Minggu, 26 Januari 2014

Contoh Proposal Skripsi KESMAS



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pembangunan kesehatan mulai menghadapi pola penyakit baru, yaitu meningkatnya kasus penyakit tidak menular yang dipicu berubahnya gaya hidup masyarakat seperti pola makan rendah serat dan tinggi lemak serta konsumsi garam dan gula berlebih, kurang aktifitas fisik (olah raga) dan konsumsi rokok yang prevalensinya terus meningkat. Kecenderungan peningkatan jumlah perokok tersebut membawa konsekuensi jangka panjang, karena rokok berdampak terhadap kesehatan. Dampak kesehatan dari konsumsi rokok telah diketahui sejak dahulu (Kemenkes RI, 2012).
Sikap sebagian remaja Indonesia telah menganggap bahwa merokok adalah sebuah kebutuhan yang tidak bisa dielakkan, kebutuhan untuk “gaul”, kebutuhan untuk santai dan berbagai alasan lain yang membuat rokok adalah hal biasa. Dampak rokok itu sendiri meningkat justru pada perokok pasif yaitu orang yang tidak merokok tapi menghirup atau terkena paparan rokok orang lain. Remaja juga merupakan kelompok tertinggi yang rentang terhadap pengaruh iklan, baik media massa (cetak dan elektronik) maupun papan iklan dipinggir jalan (Biilboard). Sekitar 86% remaja di dunia menghisap satu jenis merk rokok yang paling sering diiklankan, terutama televisi sedangkan orang dewasa hanya 30% yang memilih jenis rokok yang sama meskipun kemungkinannya mereka lebih sering menyaksikan iklannya dibandingkan remaja (Kurniawan, 2012).
Adanya selang waktu 20-25 tahun antara mulai merokok dan timbulnya penyakit yang ditimbulkannya menyebabkan dampak tersebut tidak disadari. Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70% sehingga memiliki risiko kesehatan yang sama dengan produk tembakau lainnya. Mitos yang berkembang di masyarakat adalah larangan merokok melanggar hak asasi seseorang. Merokok di tempat umum melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah konsumsi rokok. Menurut hasil riset tersebut, penduduk Indonesia rata-rata menghisap 12 batang per hari meningkat dari rata-rata konsumsi rokok pada tahun sebelumnya yang hanya antara 10-11 batang per hari (Kemenkes RI, 2008).
Penggunaan tembakau terus berlanjut sebagai bahan yang menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia. Menurut data WHO (World Health Organization) saat ini terdapat 1,3 miliar perokok di dunia dan 84 % di antaranya berasal dari dunia ketiga (negara berkembang).  Tembakau dapat menyebabkan sekitar 8,8% kematian (4,9 juta) dan sekitar 4,1% menyebabkan penyakit (59,1 juta) dari seluruh dunia. Jika kecenderungan ini tidak berbalik, maka angka-angka tersebut akan meningkat hingga 10 juta kematian per tahun mulai tahun 2020, atau pada awal 2030, dengan 70% kematian terjadi di negara-negara berkembang (WHO, 2010).
WHO memperkirakan bahwa 59% pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian, dan konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-4 pada tahun 2008 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar).
Menurut perkiraan WHO, kenaikan jumlah perokok Indonesia, khususnya anak usia muda, karena gencarnya iklan rokok melalui berbagai media, sponsorship pada kegiatan olahraga, dan hiburan. Sebagian besar perokok di Indonesia menyatakan sulit menghentikan merokok dengan alasan untuk kenikmatan, terkesan “keren” dan gengsi yang tinggi serta alasan menghilangkan stres/ depresi (Kompas, 2010).
Prevalensi perokok dunia pada tahun 2008 adalah 1,3 milyar orang, bila jumlah penduduk dunia pada tahun yang sama mencapai 6,7 milyar jiwa, maka prevalensi perokok dunia pada tahun 2008 adalah 19,4%. Prevalensi merokok di indonesia juga mengalami peningkatan, berdasarkan riskesdas tahun 2007 penduduk Indonesia berusia > 15 tahun yang merokok setiap hari sebanyak 27,2%, yang kadang- kadang (tidak setiap hari) merokok sebanyak 6,1%, mantan perokok sebesar 3,7% dan yang tidak merokok sebesar 63% sedangkan menurut Riskesdas tahun 2010 penduduk indonesia bersusia > 15 tahun yang merokok setiap hari sebanyak 28,2%, yang kadang-kadang merokok (tidak setiap hari) merokok sebanyak 8,5%, mantan perokok 5,4% dan yang tidak merokok sebesar 59,9%. Dibandingkan tahun 2007 pada tahun 2010 terlihat adanya peningkatan prevalensi merokok pada usia > 15 tahun (Wijaya, 2012).
Menurut data pada tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobaco Survey (GYTS) dari 2074 responden pelajar Indonesia usia 15-20 tahun, 43,9% (63% pria) mengaku pernah merokok. Para perokok pada umumnya adalah laki-laki dan lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, dimana jika diuraikan menurut umur, prevalensi perokok laki-laki paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja laki-laki pada umumnya mengkonsumsi 11-12 batang perhari (49,8%) dan yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang perhari atau sebesar 5,6% (GYTS, 2008).
Sementara Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada tahun 2008 menemukan 27,1% dari 1961 responden pelajar pria SMA/SMK, sudah mulai merokok bahkan sudah terbiasa dengan yang namanya merokok. Umumnya siswa kelas satu sudah menghisap satu sampai empat batang perhari, sementara siswa kelas tiga mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang perhari (Sirait, 2009).
Menurut data Kementrian Kesehatan jumlah perokok di Indonesia mencapai 34,7%. Perokok yang paling banyak terdapat di Kalimantan Tengah, sementara konsumsi rokok perhari paling banyak di Bangka Belitung. Menurut Riskesdas tahun 2010 mengungkapkan populasi perokok di Kalimantan Tengah mencapai 43,2%, tertinggi dibanding provinsi lain di Indonesia sementara yang paling rendah di Sulawesi Tengah 28,4%, sekitar 52,3 persen perokok di Indonesia menghisap 1-10 batang/hari, 41% menghisap 11-20 batang/hari, 4,7% menghisap 21-30 batang/hari. 2,1% yang sanggup menghabiskan 31 batang/hari. Berdasarkan katagori jumlah perokok berat yang menghabiskan lebih dari 31 batang/hari, Bangka Belitung tertinggi yaitu 16,2%. Provinsi ini juga menempati urutan kedua untuk jumlah perokok yang mengonsumsi 21-30 batang/hari dengan 8,5%, di bawah Aceh dengan 9,9 % (Kemenkes RI, 2010).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan meskipun jumlah penduduk Aceh lebih sedikit dibanding penduduk daerah lain di Indonesia, terutama dari Pulau Jawa. Namun, masyarakat Aceh ternyata tergolong sebagai perokok berat. Hal ini dibuktikan dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) provinsi Aceh berada di urutan teratas jumlah perokok terbanyak. Bahkan anak Aceh yang berusia 10 tahun ke atas, sebanyak 29,7 % tercatat sebagai perokok aktif.
Dari hasil riset tersebut diketahui para perokok di Aceh rata-rata menghisap 19 batang rokok per hari. Bahkan, karena kurangnya kesadaran mereka merokok di rumah, 82,7 % anggota keluarga terkena imbas perokok pasif, termasuk balita. Angka tersebut lebih banyak dibanding rata-rata perokok aktif secara nasional di Indonesia yakni, 29,2 %dari jumlah penduduk. Dikabupaten Aceh Selatan persentase perokok yang merokok setiap hari adalah 30,4%, merokok kadang- kadang  3,8% dan 82,8% kegiatan merokok di lakukan di dalam rumah sedangkan usia pertama kali merokok adalah usia 5-9 tahun (1,2%) usia 10 – 14 tahun (9,5%), usia 15 – 19 tahun (25,7%), usia  20-24 tahun (13,7%), usia 25-29 (4,2%) dan usia >= 30 tahun (5,7%)  (Dinkes Aceh, 2008).
Lebih dari sepertiga pelajar di Indonesia dilaporkan biasa merokok, dan ada 3 diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun. Trend perokok remaja di Indonesia juga mengalami peningkatan, berdasarkan Riskesdas tahun 2007 usia mulai merokok pada umur remaja yaitu 15-19 tahun adalah 33,1% kemudian berdasarkan Riskesdas tahun 2010 terjadi peningkatan menjadi 43,3% yang juga merupakan tertinggi dari seluruh kelompok umur. Hal ini menunjukkan bahwa anak- anak dan remaja merupakan merupakan kelompok paling rentan untuk terpapar rokok pertama kali. Usia mulai merokok pertama kali pada usia 5-9 tahun juga menunjukkan kecenderungan semakin meningkat yaitu 1,2% pada tahun 2007 menjadi 1,7% pada tahun 2010 (Aditama, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Heru (2005) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan tentang merokok (p-value= 0,013) , sikap tentang merokok (p-value = 0,006), kepercayaan (p-value= 0,032), persetujuan orang tua tentang praktik merokok responden (p-value 0,003), praktik merokok orang tua responden (p-value 0,005), jumlah uang saku (p-value 0,003), tradisi merokok dalam keluarga (p-value = 0,002)  dengan praktik merokok pada siswa SLTA di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.
Hasil pengamatan awal yang dilakukan secara observasi oleh penulis diketahui masih terdapatnya siswa yang merokok meskipun merokok dilarang oleh pihak sekolah namun masih tetap ada siswa  yang merokok di luar pekarangan sekolah, bahkan ada yang merokok pada sudut sekolah, hal ini menunjukkan masih lemahnya kontrol pihak sekolah. Data sekolah SMKN 1 Tapak Tuan diketahui selama tahun 2012 sudah terdapat 38 siswa yang telah diberikan hukuman karena merokok, hukuman yang diberikan membersihkan pekarangan sekolah, membersihkan kamar mandi dan membuat sapu lidi.
Sedangkan hasil pengamatan awal yang dilakukan dengan wawancara dengan siswa diketahui pada umumnya siswa menyatakan orang tua mereka adalah bahkan merokok dilakukan di dalam rumah, ada juga orang tua yang menyuruh anaknya untuk membeli rokok yang menunjukkan kurangnya peran orang tua dalam mencegah anak untuk tidak merokok, siswa mengetahui tentang bahaya dari rokok namun mereka masih bersikap negatif terhadap rokok artinya tidak peduli dengan bahaya yang akan ditimbulkan pada kemudian hari dan adanya pengaruh dari lingkungan pergaulan yang menyebabkan keinginan untuk merokok. Selain faktor yang telah disebutkan di atas terdapat faktor lain yang menyebabkan remaja di SMKN 1 Tapaktuan merokok karena ikut-ikutan teman yang merokok.

1.2  Perumusan Masalah
Jumlah perokok dikalangan remaja dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu  dari 33,1% pada tahun  2007 menjadi 43,3% pada tahun 2010. Untuk mengurangi jumlah perokok pada remaja maka perlu dilakukan analisa mengenai perilaku perokok pada remaja. Untuk itu penulis ingin ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa sekolah SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.

1.3          Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat keterbatasan tenaga dan dana maka penelitian ini dibatasi pada faktor peran orang tua, lingkungan pergaulan, pengetahuan, sikap, iklan rokok dan peran guru.

1.4   Tujuan Penelitian
1.4.1    Tujuan Umum
Untuk mengetahui determinan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.        Untuk mengetahui hubungan peran orang tua dengan  perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.
2.        Untuk mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.
3.        Untuk mengetahui hubungan iklan rokok dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013
4.        Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.
5.        Untuk mengetahui hubungan sikap dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.
6.        Untuk mengetahui hubungan peran guru dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013

1.5  Manfaat Penelitian
1.  Sebagai masukan bagi SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan untuk mencegah perilaku merokok pada siswa.
2.  Bagi  Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penyuluhan mengenai rokok pada masyarakat secara umum dan pada siswa khususnya.
3.  Dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya yang meneliti tentang perilaku merokok.













BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1         Perilaku Merokok
2.1.1   Pengertian Perilaku Merokok
Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Maulana, 2007). Menurut L. Green dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan bahwa seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 (tiga) faktor , yaitu:
1.        Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai- nilai dan sebagainya dari seseorang.
2.        Faktor- faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana- sarana kesehatan.
3.        Faktor- faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dan perilaku masyarakat, orang tua, guru, panutan dan ulama.
Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati secara langsung. merokok adalah membakar tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temparatur sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk ujung rokok yang dibakar, dan 30 derajat Celcius untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok (Hanafiah, 2007).
 Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis, seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya). Sari dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.
Menurut Ogawa dalam Triyanti (2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco dependency atau ketergantungan tembakau. Tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai perlaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan adanya tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Hidayati, 2006).
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar, asap rokok selain merugikan diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain yang berada disekitarnya. Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dihisap oleh orang-orang disekitarnya (Widiyarso, 2008).
Intensitas merokok sebagai wujud dari perilaku merokok. rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atu asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif (active smoker) adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar (Hanafiah, 2007).
Menurut Hanafiah (2007) perokok dapat digolongkan kedalam beberapa jenis yaitu perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun tidur. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok sekitar 11-20 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktifitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya ke luar dan dapat menimbulakan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
1.      Tipe Perilaku Merokok
Menurut Hidayati (2006), terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu:
  1. Tahap prefatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
  2. Tahap initiation, yaitu tahap perintisan merokok, tahap ini seseorang akan meneruskan atau tidak meneruskan terhadap perilaku merokok.
  3. Tahap becoming a smoker, yaitu tahap yang apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang perhari, maka mempunyai kecendrungan untuk menjadi perokok.
  4. Tahap maintenance of smoking, tahap ini perokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Menurut Hidayati (2005) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah :
1.      Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Dalam hal ini dibagi dalam 3 sub tipe yaitu a) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan b) Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan dan c) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja atau perokok lebih senang berlama-lama memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum dia menyalakan dengan api.
2.      Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.  Perilaku merokok yang adiktif (psychological addiction). Bagi yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun.
3.      Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah kebiasaan rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis.

2.1.2   Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah (Hanafiah, 2007). Sedangkan menurut Burhan (2007) rokok merupakan benda kecil yang bahan utamanya adalah tembakau, ini menyenangkan bagi sebagian orang, tetapi menyebalkan bagi sebagian lainnya. Benda yang disebut rokok itu bias membuat orang yang mengisap merasa tenang dan percaya diri.
Rokok adalah suatu produk yang dihasilkan dengan memotong daun –daun tembakau secara sempurna yang digulung atau diisi ke dalam suatu silinder yang disebut paper wrapped (secara umum kurang dari 120 mm panjangnya dan 10 mm garis tengah). Rokok dinyalakan dari awal hingga akhir dan dibiarkan membara lalu dihisap hingga keluar asapnya. Pada umumnya rokok memakai penyaring atau filter. Rokok dihisap langsung melalui mulut, tetapi ada juga yang dinyalakan dengan suatu pipa rokok (Prasetya, 2010).
Godaan merokok sudah hadir sejak seseorang masih muda. Tekanan dari teman-teman adalah salah satu penyebab utama. Di Kanada, 70 persen anak-anak yang merokok mengaku terpengaruh oleh teman-teman mereka yang sudah merokok lebih dulu karena  merasa mendapat "penghargaan sosial" ketika mereka merokok. Orangtua juga memiliki pengaruh pada anak-anak dalam hal merokok, khususnya orangtua perokok. Beberapa penelitian meskipun mungkin sebetulnya sudah jelas membuktikan bahwa anak-anak dari orangtua perokok lebih besar kemungkinannya untuk mengisap "batang tembakau" ketimbang anak-anak dari orangtua non-perokok (Pangestu, 2011).
Orangtua non-perokok juga bisa dianggap bersalah ketika membiarkan anak-anak mereka menonton film atau video yang menampilkan orang merokok. Media massa bisa mengaburkan pesan bahaya merokok dengan menampilkan iklan, film, atau media lain yang menunjukkan kalau merokok itu keren, bagian dari gaya, bahkan menyiratkan pesan bahwa merokok itu baik bagi kesehatan. Alasan lain bagi orang untuk merokok adalah alasan medis. Memang tidak ada dokter yang menyarankan orang untuk merokok, tetapi bagi beberapa penderita depresi, merokok adalah obat bagi mereka untuk mengurangi ketegangan. Nikotin melepaskan senyawa tertentu ke dalam sistem saraf dan menciptakan efek tenang (Pangestu, 2011).
2.1.3   Zat-Zat yang Terkandung dalam Rokok
Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok (Kemenkes RI, 2007) menyatakan sebagai berikut:
1.    Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Tar mengandung sekurang-kurangnya 43 bahan kimia yang diketahui menjadi penyebab kanker (karsinogen). Bahan seperti benzopyrene yaitu sejenis polycyclic hydrocarbon (PAH) yang telah lama disahkan sebagai agen yang menyebabkan kanker.
2.    Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Nikotin turut menjadi penyebab utama risiko serangan penyakit jantung dan stroke.
3.    Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Karbon monoksida pula adalah gas beracun yang biasanya dikeluarkan oleh asap kenderaan.
Menurut Nugraha (2011) selain Tar, Nikotin dan Karbon Monoksida rokok juga mengandungan bahan kimian lain yang berbaya bagi kesehatan antara lain:
1.        KadmiumKadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.
2.        AkroleinAkrolein merupakan zat cair yang tidak berwarna seperti aldehid. Zat ini sedikit banyak mengandung kadar alkohol. Artinya, akrolein ini adalah alkohol yang cairannya telah diambil. Cairan ini sangat mengganggu kesehatan.
3.        Amoniak. Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hydrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
4.        Asam Format. Asam format merupakan sejenis cairan tidak berwarna yang bergerak bebas dan dapat membuat lepuh. Cairan ini sangat tajam dan menusuk baunya. Zat ini dapat menyebabkan seseorang seperti merasa digigit semut.
5.        Hidrogen Sianida/HCN. Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian.
6.        Nitrous Oxid. Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit. Nitrous oxide ini adalah sejenis zat yang pada mulanya dapat digunakan sebagai pembius waktu melakukan operasi oleh dokter.
7.        Formaldehid. Formaldehid adalah sejenis gas tidak berwarna dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai pengawet dan pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun keras terhadap semua organisme hidup.
8.        Fenol. Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim.
9.        Asetol. Asetol adalah hasil pemanasan aldehid (sejenis zat yang tidak berwarna yang bebas bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol.
10.    Hidrogen sulfidaHidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen).
11.    Piridin. Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan mengubah sifat alcohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.
12.    Metil Klorida. Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu antara hydrogen dan karbon merupakan unsurnya yang utama. Zat ini adalah senyawa organic yang beracun.
13.    Metanol. Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Meminum atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan dan bahkan kematian.
2.1.4   Jenis Perokok
Jenis perokok bisa dikategorikan menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif  yaitu orang yang menghisap rokok walaupun tidak rutin sekalipun, perokok pemula yang cuma sekedar coba-coba bisa dikategorikan perokok aktif, atau orang yang menghisap rokok sekedar menghembuskan asap rokok, walaupun tidak dihisap (inhale) masuk ke dalam paru-paru sekalipun. Sedangkan perokok pasif adalah orang bukan perokok tetapi menghisap asap rokok orang lain atau orang yang berada dalam suatu ruangan tertutup dengan orang yang sedang merokok (Kemenkes RI, 2007).
2.1.5   Dampak Rokok Terhadap Kesehatan
Zat aditif yang terdapat dalam tembakau adalah nikotin yang menyebabkan metabolisme meningkat, detak jantung, serta menurunkan nafsu makan. Karbon monoksida yang memiliki daya tarik yang lebih besar pada darah yang bisa mengurangi tingkat sirkulasi oksigen secara keseluruhan. Tar yang terdiri dari 4000 zat kimia yang beracun menyebabkan mata pedih serta menyebabkan kanker, polusi udara mengakibatkan gangguan kesehatan (Kemenkes RI, 2007).
Merokok mempunyai efek langsung terhadap tekanan darah dan tingkatannya bisa naik sampai 25 denyutan dalam beberapa detik. Isapan pertama nikotin menaikkan tekanan adrenalin dan ini dapat menyempitkan pembuluh darah. Pada perokok berat akan merasakan tangan dan kaki akan terus menerus terasa dingin. Lebih parah lagi, merokok secara berulang-ulang akhirnya dapat meningkatkan kadar adrenalin dalam tubuh, padahal kadar ini tidak akan turun lagi walaupun satu batang rokok tadi sudah habis dihisap (Christianto, 2005).
Rokok memiliki 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Rokok memang hanya memiliki 8-20 mg nikotin, yang setelah dibakar 25 persennya akan masuk kedalam darah. Namun, jumlah kecil ini hanya membutuhkan waktu 15 detik untuk sampai ke otak. Dengan merokok mengurangi jumlah sel-sel berfilia (rambut getar), menambah sel lendir sehingga menghambat oksigen ke paru-paru sampai resiko delapan kali lebih besar terkena kanker dibandingkan mereka yang hidup sehat tanpa rokok (Pangestu, 2011).
Menurut Hidayati (2005) beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan menghisap rokok yang mungkin saja tidak terjadi dalam waktu singkat namun memberikan perokok potensi yang lebih besar. Beberapa diantaranya antara lain: a) Impotensi, merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi. b) Osteoporosis, karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15 persen, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan waktu 80 persen lebih lama untuk penyembuhan dan c) Pada Kehamilan, merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat dan dapat meningkatkan resiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Resiko keguguran pada wanita perokok 2-3 kali lebih sering karena karbon monoksida dalam asap rokok dapat menurunkan kadar oksigen. d) Jantung koroner, penyakit jantung adalah salah satu penyebab kematian utama di indonesia. Sekitar 40 persen kematian akibat serangan jantung yang terjadi sebelum umur 65 tahun buasanya berhubungan dengan kebiasaan merokok dan e) Sistem Pernapasan, kerugian jangka pendek sistem pernapasan akibat rokok adalah kemampuan rokok untuk membunuh sel rambut getar (silia) di saluran pernapasan. Ini adalah awal dari bronkitis, iritasi, batuk. Sedangkan untuk jangka panjang berupa kanker paru, emphycema atau hilangnya elasitas paru-paru, dan bronkitis kronis.
Asap tembakau dapat membunuh banyak manusia lebih banyak dari penyakit AIDS, kecelakaan lalu lintas, bunuh diri, pembunuhan, kebakaran dan keracunan lainnya. Bagi laki- laki dapat menyebabkan impotensi sedangkan bagi perempuan dapat mempercepat proses penuaan, disamping itu juga menimbulkan perasaan takut, gemetar, risau, bimbang, resah, mengurangi nafsu makan, menyebabkan kulit wajah dan gigi menjadi kuning, menyempitkan pernafasan, menjadikan manusia malas dan lemah (Christianto, 2005).
2.1.6   Keuntungan Tidak Merokok
Berbagai keuntungan yang diperoleh apabila seseorang tidak merokok diantaranya badan sehat dan segar, nafas lega, kulit tidak keriput, dan tidak bau bau rokok, terhindar dari berbagai penyakit akibat rokok seperti penyakit kardio vaskuler, penyakit kanker, penyakit paru-paru, penyakit pencernaan, stimulasi penyakit gondok, adanya abliopia serta pengeluaran lebih hemat (Kemenkes RI, 2007)
            Merokok diketahui memiliki efek yang buruk untuk kesehatan tubuh. Meskipun begitu, para perokok tetap mengalami kesulitan atau bahkan enggan untuk berhenti melakukannya.Berikut 18 manfaat yang akan didapatkan tubuh jika berhenti atau tidak merokok (Kinanti, 2013):
14.     Tubuh akan terasa lebih sehat. Tidak secara klise, tetapi jika memang tadinya merokok dan segera menghentikan kebiasaan ini, dalam hitungan menit tubuh akan kembali ke respons normalnya. Mulai dari tekanan darah, nadi, hingga suhu tubuh secara keseluruhan. Semua aktivitas di dalam tubuh ini akan menjadi normal.
15.     Menghentikan batuk yang parau. Segera setelah berhenti merokok, kecenderungan untuk batuk dengan tingkat yang parah akan berkurang. Dalam waktu yang sama, pernapasan berat yang kerap kali terjadi juga akan berkurang karena paru-paru mulai kembali ke fungsi normalnya tanpa gangguan asap rokok. Karena fungsi paru mulai kembali normal, kemampuan paru-paru untuk mengendalikan lendir, membersihkan paru-paru, dan mengurangi risiko infeksi akan meningkat.
16.     Meningkatkan kemampuan seksual. Bagi yang sudah menikah dan memiliki pasangan perokok, segera ingatkan untuk berhenti sebab berhenti merokok akan meningkatkan kemampuan seksual seseorang. Bagi pria, dengan menghentikan kebiasaan merokok akan memudahkan proses ereksi, sedangkan bagi wanita akan menjadi mudah terangsang.
17.    Aroma rokok dalam tubuh menghilang. Jika berhenti merokok, dalam beberapa menit aroma rokok dari tubuh akan hilang. Selain itu, tempat di mana Anda tinggal akan segar dan bersih.
18.    Mengurangi risiko berbagai masalah kesehatan. Merokok hanya membuat hidup menjadi rentan. Berhenti merokok jika Anda ingin hidup sehat tanpa berbagai penyakit seperti impotensi, masalah kesuburan, katarak, penyakit gusi, kehilangan gigi, dan osteoporosis.
19.    Memperpanjang usia. Merokok meningkatkan sepuluh kali risiko mengidap penyakit hingga meninggal akibat berbagai masalah kesehatan yang mengancam kehidupan.
20.    Terlihat awet muda. Merokok menyebabkan penuaan dini. Dengan berhenti merokok, tidak hanya akan menguntungkan kesehatan secara keseluruhan, tetapi juga penampilan. Merokok menyebabkan kulit menjadi keriput dan kusam.
21.     Tidak ada lagi sesak napas. Apakah Anda sering merasa gelisah dan sesak napas setelah berjalan selama 2 menit? Ini akibat nikotin. Setelah Anda berhenti merokok, dalam satu hari tingkat karbon monoksida akan menurun dan sistem pernapasan menjadi lebih baik.
22.    Meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri. Berhenti merokok jika ingin mendapatkan kembali harga diri dan kepercayaan diri. Dengan berhenti, Anda akan berhenti bersembunyi di belakang batang rokok setiap kali Anda berinteraksi dengan seseorang atau berurusan dengan sesuatu.
23.    Masalah jantung berkurang. Seperti disebutkan sebelumnya, merokok membuat lebih dekat dengan kematian dan memperpendek usia. Jika berhenti merokok, kemungkinan meninggal dengan penyakit jantung koroner, serangan jantung dan stroke akan turun hampir 50 persen.
24.    Organ sensorik kembali normal. Setelah berhenti merokok, Anda akan mendapatkan kembali kemampuan mengenali sentuhan dan rasa. Saraf yang rusak akan mulai tumbuh kembali dan akhirnya rasa sentuhan, rasa, dan bau akan kembali normal.
25.    Mengurangi biaya untuk cek ke dokter. Merokok menyebabkan beberapa penyakit yang muncul, baik saat ini maupun nanti. Penyakit seperti batuk, bronkitis, luka pada mulut, semua akan mulai menghilang. Jika berhenti merokok, Anda akan merasa lebih sehat.
26.    Menangani stres dengan cara yang lebih sehat. Umumnya kita berpikir bahwa rokok membantu untuk meringankan stres. Tapi itu tidak benar, ketika merokok tubuh Anda mengalami reaksi stres karena tingkat oksigen dalam otak berkurang, hal justru meningkatkan stres. Oleh karena itu, berhenti merokok jika Anda ingin menangani stres dengan cara yang lebih sehat.
27.    Transportasi oksigen dalam tubuh menjadi baik. Setelah berhenti merokok, tingkat karbon monoksida akan berkurang. Hal ini akan meningkatkan tingkat hemoglobin, sehingga transportasi oksigen akan dilakukan secara efisien di seluruh tubuh.
28.     Mengurangi risiko kanker. Karena adanya unsur karsinogenik dalam rokok, maka semakin sering merokok semakin besar kemungkinan untuk memicu berbagai jenis kanker, seperti tenggorokan, mulut dan kerongkongan.
29.    Kesehatan mulut lebih baik. Kesehatan mulut diperlukan untuk keseluruhan yang lebih baik. Dengan merokok, akan mengurangi kemampuan untuk mengecap, muncul noda pada gigi dan meningkatkan masalah gusi. Nantinya bisa menyebabkan hilangnya gigi dan merusak penampilan secara keseluruhan.
30.    Sistem kekebalan tubuh akan lebih kuat. Dalam beberapa hari berhenti merokok, sistem kekebalan tubuh akan tumbuh lebih kuat. Ini akan mengurangi kemungkinan jatuh sakit karena berbagai masalah kesehatan seperti pilek dan flu.
31.    Anda akan merasa lebih berenergi. Setelah berhenti merokok, sirkulasi dalam tubuh akan membaik. Sirkulasi oksigen yang baik berarti akan membuat tubuh menjadi lebih berenergi dan sehat.

2.2         Determinan Perilaku Merokok
2.2.1   Hubungan Peran Orang Tua dengan Perilaku Merokok
Anak-anak dengan orangtua perokok cenderung akan merokok dikemudian hari, hal ini terjadi paling sedikit disebabkan oleh karena dua hal: Pertama, karena anak tersebut ingin seperti bapaknya yang kelihatan gagah dan dewasa saat merokok. Kedua, karena anak sudah terbiasa dengan asap rokok dirumah, dengan kata lain disaat kecil mereka telah menjadi perokok pasif dan sesudah remaja anak gampang saja beralih menjadi perokok aktif (Prasetya, 2010).
Anak yang mulai merokok dapat menjadi kecanduan, sehingga mungkin akan terus merokok ketika telah dewasa dan nantinya berisiko menderita penyakit jantung, kanker paru-paru dan penyakit berbahaya lain. Semua orang tidak mau anak-anak merokok. Pertanyaannya adalah bagaimana menghentikan mereka dari merokok dan siapa yang dapat melakukannya. Orang tua memainkan peranan penting dalam mendidik anak mereka mengenai gaya hidup sehat dan mengajarkan pentingnya untuk tidak merokok. Perokok dewasa perlu menyingkirkan rokok dari jangkauan anak dan jangan merokok di dekat anak-anak (Sirait, 2009).
Anak kecil yang cenderung suka meniru tingkah laku atau dapat disebut imitasi yaitu proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain melalui sikap, penampilan, gaya hidupnya, bahkan apa saja yang dimiliki orang lain. Proses imitasi ini pertama kali akan terjadi dalam lingkungan kluarga. Seperti seorangn anak melihat ayahnya merokok ia pasti dengan sendirinya akan mengikuti, mungkin dari awal hanya meniru gerakan hingga merambah dengan menggunakan kertas yang di gulung lalu di bakar layaknya perokok, lalu setelah itu mencuri-curi kesempatan dengan mencoba merokok,  rokok ayahnya sehingga lama kelamaan menjadikan ia seorang perokok karena proses imitasi tersebut. Dan dari lingkungan bergaul juga sama, karena melihat temannya atau di ajak oleh temannya, itu semua menjadi awal mereka menkonsomsi rokok. Padahal rokok juga bisa menyebabkan kecanduan (Kurniawan, 2012).
Orangtua juga memiliki pengaruh pada anak-anak dalam hal merokok, khususnya orangtua perokok. Beberapa penelitian, meskipun mungkin sebetulnya sudah jelas membuktikan bahwa anak-anak dari orangtua perokok lebih besar kemungkinannya untuk mengisap "batang tembakau" ketimbang anak-anak dari orangtua non-perokok. Orangtua non-perokok juga bisa dianggap bersalah ketika membiarkan anak-anak mereka menonton film atau video yang menampilkan orang merokok (Kemenkes RI, 2007).
Tidak hanya lingkungan sosial dan pergaulan yang menyebabkan perilaku merokok pada remaja, akan tetapi orangtua juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan remaja berperilaku merokok. Mirnet dalam Hasanah (2011) menyatakan bahwa saudara dan orang tua sangat berpengaruh pada perilaku merokok remaja dan menyebabkan faktor keterlanjutan pada perilaku merokok. Remaja ingin mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan orangtua termasuk perilaku merokok (modelling), sehingga remaja cenderung merokok karena mempunyai keluarga dan saudara yang merokok.
Orangtua yang merokok merupakan agen yang baik bagi anak untuk melakukan imitasi perilaku merokok. Orangtua yang merokok akan memberi pengaruh terhadap anak remaja untuk merokok lebih besar daripada orangtua yang  tidak  merokok. Suatu riset nasional dari amerika, diketahui  bahwa 14% anak-anak yang orangtuanya merokok akan menjadi perokok,  sedangkan anak-anak perokok dari orangtua tidak merokok hanya sebesar 6% (Kurniawan, 2012).
Menurut Fachruddin (2011) kebiasaan orang tua merokok di lingkungan rumah sangat mempengaruhi keinginan anak untuk turut mencoba melakukan hal yang sama seperti orangtuanya. Remaja yang memiliki orangtua merokok mempunyai kemungkinan sangat tinggi untuk berperilaku merokok, karena remaja mentoleransi resiko dari merokok dan didukung oleh keadaan lingkungan yang memperlihatkan bahwa perilaku merokok adalah hal yang wajar dan sering dilihat di lingkungan keluarga maupun teman sebaya yang berperilaku merokok.
Salah satu temuan remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Juliansyah, 2010).
Perilaku orangtua (ortu) merokok memberikan pengaruh signifikan pada anak untuk juga menjadi perokok. Berdasarkan survei yang dilakukan Modernisator dan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti tahun 2012 ditemukan 75,5 % anak merokok karena mencontoh sang ayah.  Dalam survei tersebut juga ditemukan 10,4 % siswa mengaku ibunya seorang perokok, dan 35,8 % siswa menyatakan anggota keluarganya yang lain juga perokok. Bahkan dari survei tersebut ditemukan 13,3 persen siswa mengaku pernah ditawari untuk merokok oleh orang tua sendiri. Padahal sebagian besar orangtua mengetahui bahaya rokok bagi kesehatan. Termasuk bagi prestasi anak-anaknya. Tetapi melarang merokok juga tidak mungkin dilakukan sepanjang dirinya sendiri masih menjadi perokok. Karena itu diharapkan agar kesadaran untuk berhenti merokok tidak hanya ditanamkan kepada anak (siswa) justeru orang tua memiliki peranan penting dan strategis untuk menghentikan kebiasaan merokok pada anak-anak (Noerman, 2013).
 Perilaku remaja memang sangat menarik dan gaya mereka pun bermacam-macam. Ada yang atraktif, lincah, modis, agresif dan kreatif dalam hal-hal yang berguna, namun ada juga remaja yang suka hura-hura bahkan mengacau. Pada masa remaja ini, remaja memulai berjuang melepas ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Pada masa ini hubungan keluarga yang dulu sangat erat sekarang tampak terpecah. Orang tua sangat berperan pada masa ini, pola asuh keluarga akan sangat berpengaruh pada perilaku remaja, pola asuh keluarga yang kurang baik akan menimbulkan perilaku yang menyimpang seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan lain-lain (Kemenkes RI, 2005).
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwasanya orang tua memiliki peranan penting dalam mencegah perilaku merokok pada siswa, dengan demikian dapat disimpulkan semakin baik peran orang tua maka perilaku merokok pada siswa akan berkurang.
2.2.2   Hubungan Lingkungan Pergaulan dengan Perilaku Merokok
            Lingkungan merupakan bagian terpenting dan mendasar dari kehidupan manusia. Sejak dilahirkan manusia sudah berada dalam lingkungan baru dan asing baginya. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya. Lingkungan yang baik akan membentuk pribadi yang baik, sementara lingkungan yang buruk akan membentuk sifat dan perilaku yang buruk pula. Anak-anak berkembang dari suatu hubungan interaksi antara gerakan-gerakan dalam dan kondisi lingkungan luar (Notoadmodjo, 2007).
Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap individu, dan kebanyakan seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungannya yang menyebabkan seseorang tersebut ingin mencoba. Di balik kegunaan rokok yang memberi efek santai terkandung bahaya besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok (Aula, 2010).
Terdapat berbagai macam alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Secara umum, perilaku merokok disebabkan faktor dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Faktor dari lingkungan adalah pihak-pihak yang berpengaruh besar dalam proses sosial. Proses ini meliputi transmisi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku yang diturunkan. Walaupun orangtua memiliki peranan dalam proses sosial, namun ada kelompok yang memiliki memiliki transmisi sosial secara horisontal yaitu teman sebaya (Kurniawan, 2012).
Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan tembakau antara lain orang tua, saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok, terpapar reklame tembakau, artis pada reklame tembakau di media. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan seseorang merokok adalah pengaruh iklan. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat seseorang sering kali terpicu untuk meniru perilaku dalam iklan tersebut (Hanafiah, 2007).
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dia kemungkinan yang terjadi, Pertama, remaja terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Juliansyah, 2010)
Remaja pada umumnya bergaul dengan sesama mereka, karakteristik persahabatan remaja dipengaruhi oleh kesamaan: usia, jenis kelamin dan ras. Kesamaan dalam menggunakan obat-obatan, merokok sangat berpengaruh kuat dalam pemilihan teman. (Yusuf, 2006) Dalam pedoman kesehatan jiwa remaja (2008) dijelaskan bahwa remaja lebih banyak berada diluar rumah dengan dengan teman sebayanya. Jika dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga misalnya, jika remaja mengenakan model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk dapat diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, rokok, obat-obat terlarang, maka remaja cenderung mengikuti tanpa memperdulikan akibatnya. Didalam kelompok sebaya, remaja akan berusaha menemukan jati dirinya.
Faktor sosial atau lingkungan salah satu faktor terbesar dari kebiasaan merokok,karena lingkungan sangat memberi pengaruh pada anak-anak dan para remaja.dengan melihat apa yang dilakukan orang lain si anak ingin mencoba untuk meniru apa yang dilakukan orang lain tersebut. Dalam proses mencari jati diri dan belajar hidup bersosial dengan orang lain si anak cenderung melihat kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang sekitarnya, baik dari keluarga,kerabat,bahkan tetangganya sekalipun.namun sangat disayangkan apabila si anak meniru kebiasaan-kebiasaan buruk yang dapat berefek negatif (Nasution, 2007).
Kedekatan remaja dengan rokok adalah masalah serius yang harus disikapi. Sudah jadi rahasia umum jika para perokok pemula adalah remaja yang masih duduk di bangku sekolah. Mereka memang tidak belajar merokok di lingkungan sekolah, tapi di luar. Pengaruh teman dalam komunitas di luar sekolah paling besar sehingga remaja memutuskan mencoba-coba mengisap rokok. Ada anggapan yang benar-benar keliru yang dipahami para remaja, yakni dengan merokok, mereka merasa gaul, macho, hingga timbul percaya diri (Mayrin, 2007)
Anak atau remaja yang bergaul dengan teman-teman sebayanya dan merokok biasanya ingin membuktikan eksistensinya. ”Pengaruh seperti itu harus dipahami para remaja sehingga bisa dijadikan sebagai acuan bagaimana memilih teman yang tepat,” ujarnya. Eksistensi sebenarnya bisa didapatkan dengan cara-cara positif dengan meraih prestasi, seperti bergabung dengan organisasi di sekolah, kesenian, olahraga, atau prestasi lainnya. ”Tapi, bagi anak atau remaja yang kurang pede (percaya diri), mereka akan mencari kelompok yang bisa menerima kehadirannya.Kalau tidak bisa menunjukkan eksistensi lewat prestasi, mereka bakal memiliki kelompok yang pokoknya bisa menerima , ” ucapnya. Biasanya, mereka minder ketika bergaul dengan kelompok anak-anak berprestasi (Mayrin, 2007).
Memiliki teman-teman yang merokok memprediksi kebiasaan merokok pada seorang individu. Sikap teman sebaya terhadap penggunaan berbagai zat termasuk nikotin dapat mempengaruhi individu untuk menggunakan zat tersebut. Dalam sebuah penelitian longitudinal ditemukan bahwa para pemuda New York yang pernah berhubungan dengan teman sebaya yang merokok atau memakai mariyuana lebih mungkin untuk memakai mariyuana dalam rentang kehidupan mereka (Kemenkes RI, 2007).
 Meskipun pengaruh teman-teman sebaya adalah penting dalam pengambilan keputusan yang dilakukan para remaja untuk menggunakan suatu zat, namun mereka yang memiliki rasa efektivitas diri yang tinggi menjadi kurang terpengaruh oleh teman-teman sebaya mereka. Para remaja yang memiliki kualitas tersebut setuju dengan pernyataan seperti “Saya dapat membayangkan diri saya menolak memakai tembakau bersama pelajar seusia saya dan mereka tetap menyukai saya (Davison, 2006).
Lingkungan teman sebaya memberikan sumbangan efektif sebesar 93,8% terhadap munculnya perilaku merokok pada remaja. semakin banyak dukungan teman untuk merokok dapat mendorong seseorang untuk semakin menjadi perokok. Pada masa remaja, ada sesuatu yang lain yang sama pentingnya dengan kedewasaan, yakni solidaritas kelompok, dan melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok. Apabila dalam suatu kelompok remaja telah melakukan kegiatan merokok maka individu remaja merasa harus melakukannya juga. Individu remaja tersebut mulai merokok karena individu dalam kelompok remaja tersebut tidak ingin dianggap sebagai orang asing, bukan karena (Prasetya, 2010).
Dari penjelasan di atas menunjukkan faktor  lingkungan pergaulan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi siswa untuk merokok, apabila seorang siswa berteman dengan perokok baik di rumah, sekolah dan luar rumah adalah perokok maka  kecenderungan siswa untuk merokok akan semakin besar.
2.2.3   Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Merokok berbahaya bagi kesehatan. Semua orang pasti setuju dengan pernyataan ini, termasuk para pecandu rokok sekalipun. Pengetahuan yang memadai tentang bahaya rokok bagi kesehatan diharapkan membuat orang yang belum merokok tetap tidak merokok dan para perokok yang sudah ‘terlanjur’ bisa menghentikan kebiasaan yang sangat berbahaya ini (Anonymous, 2009).
Bila anak-anak jalanan merokok, karena mungkin mereka belum mengetahui akibat buruk rokok bagi kesehatan, namun banyak sekali orang yang lebih pintar dan melek informasi tetap memilih merokok. Jadi, hal ini bukan saja hanya soal kurang pengetahuan. Marilah kita cermati kehidupan orang-orang yang memiliki “level” lebih tinggi dari pada anak-anak jalanan tadi. Sebut saja para karyawan, pegawai, swasta, PNS, mahasiswa, dosen, dan lainnya. Jika dilihat dari tingkat pendidikan mereka, bias dikatakan bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh sudah lebih dari cukup, kalau hanya sekedar untuk mengetahui tentang bahaya merokok. Namun nyatanya, setiap hari mereka merokok. Kebiasaan ini merupakan hal “sakral" karena sangat berhubungan dengan beberapa hal, seperti pergaulan,  menghilangkan kejenuhan dan stress karena pekerjaan. Bagi mereka, tujuan merokok sudah bukan lagi untuk gagah-gagahan (Kemenkes RI, 2007).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitan atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku merokok pada anak- anak dan remaja dapat disebabkan karena mencontoh perilaku pada keluarga yang merokok. Selain itu pada beberapa daerah terdapat budaya bahwa anak lelaki yang telah dikhitan harus merokok. Hal ini terjadi di salah satu desa di Kecamatan Limbangan, dimana banyak masyarakat yang merokok. Dan yang menjadi penyebabnya adalah pengetahuan yang rendah, pergaulan, kemudahan mendapatkan rokok, dan adanya pengaruh budaya (Prasetya, 2010).
          Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mencetus lahirnya perilaku, semakin baik pengetahuan siswa tentang rokok dan bahaya yang ditimbulkan dari rokok maka maka  kecenderungan siswa untuk merokok akan semakin berkurang.
2.2.4   Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok
Sikap merupakan kecenderungan berespon yang dapat berubah dengan bertambahnya informasi mengenai objek yang bersangkutan. Sikap dimulai dari penerimaan, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab (Notoatmodjo, 2007). Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Sikap negatif terhadap perilaku merokok didasarkan pada keyakinan-keyakinan bahwa  merokok akan memberikan konsekuensi negatif bagi dirinya. Di antaranya merokok dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan bagi si perokok maupun orang-orang di sekitarnya. Keyakinan yang demikian  dapat memprediksi intensi berhenti merokok. Sikap terhadap perilaku berisikokesehatan berhubungan dengan rendahnya perilaku berisiko kesehatan termasuk di antaranya adalah merokok (Astuti, 2007).
Sikap terhadap perilaku merokok dan kontrol diri secara bersama-sama dapat memprediksi intensi berhenti merokok. Individu yang memiliki penilaian bahwa  merokok membahayakan bagi kesehatannya dan memiliki kemampuan untuk  mengendalikan keinginannya untuk merokok akan memiliki intensi berhenti merokok  tinggi. Sebaliknya sikap positif terhadap perilaku merokok dan kontrol diri yang rendah akan menghambat timbulnya intensi berhenti merokok, karena perokok menganggap merokok merupakan hal yang menyenangkan dan tidak perduli terhadap akibat negatif yang akan diterima jika terus merokok (Astuti, 2007)
Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehinga timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehinga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari. Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa senang, relaksi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan (FK. UI, 2009).
Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan merokok (umumnya pada remaja dan anak-anak), indentifikasi dengan perokok lain, dan untuk menentukan image dari seseorang. Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-teman (FK.UI 2009).
Selain motif-motif di atas, individu juga dapat merokok dengan alasan sebagai alat dalam mengatasi stress (coping) . Sebuah studi menemukan bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka konsumsi berkaitan dengan stress yang mereka alami, semakin besar stress yang dialami, maka semakin banyak rokok yang mereka konsumsi (Hidayati, 2005).
melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Prasetya, 2010)
Perokok mungkin beranggapan bahwa mereka sendirilah yang menanggung semua bahaya dan risiko akibat kebiasaannya, tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka juga memberikan beban fisik dan ekonomi pada orang lain di sekitarnya sebagai perokok pasif (Kemenkes RI, 2007).
Dari penjelasan di atas menunjukkan dapat disimpulkan semakin positif sikap terhadap rokok maka kecenderungan siswa untuk merokok akan semakin kurang sebaliknya semakin negatif sikap maka kecenderungan siswa untuk merokok akan semakin besar.
2.2.5   Hubungan Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok
Makin meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk merokok tidak terlepas dari persepsi tentang merokok oleh iklan yang sebenarnya menjerumuskan. Disadari atau engga iklan rokok ternyata memberikan dampak negatif kepada masyarakat. Apalagi yang menjadi efek negatif dari keberadaan iklan rokok adalah anak, remaja dan kaum muda sebaya. Iklan rokok secara langsung kian menjerumuskan anak dan remaja untuk merokok. Slogan-slogan yang digunakan dalam iklan yang ditampilkan juga seolah ditujukan untuk anak dan remaja serta kaum muda sebaya (Widiyarso, 2008).
Di samping karena pengaruh teman sebaya dan lingkungan keluarga, perilaku merokok juga dapat muncul sebagai akibat dari iklan di media massa. Iklan rokok di berbagai tempat dan media massa yang saat ini makin merajalela sangat menarik bagi para remaja (Widiyarso, 2008). Menurut López dkk (2004), beberapa penelitian telah menghasilkan temuan adanya hubungan yang cukup signifikan antara keterpaparan terhadap iklan rokok dengan perilaku merokok pada remaja. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut (Mu’tadin, 2002). Iklan rokok Joe Camel telah dituduh bertanggung jawab menyebabkan 3,5 juta anak-anak di Amerika untuk merokok antara tahun 1988-1998 (Pierce dkk dalam López dkk, 2004). Iklan rokok terbukti dapat menghambat usaha orangtua melarang anak-anak mereka untuk tidak merokok dan mempengaruhi perilaku anak-anak muda untuk tetap merokok meski orang tua mereka melarangnya (Mu’tadin, 2002).
Remaja perokok melalui iklan rokok patut diwaspadai dan dicegah, minimal dengan mengimbangi gencarnya iklan rokok, salah satunya melalui kampanye kesehatan di berbagai media dengan menempatkan media-media anti rokok yang kreatif, menarik dan bernuansa jiwa remaja di lingkungan sekolah, kampus dan lembaga pendidikan lainnya. Upaya lain dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah ini. Melalui pendekatan keluarga dimana setiap orangtua memberikan bimbingan dan perhatian untuk meluruskan persepsi anak-akan remaja mereka tentang iklan rokok  dan bahaya rokok bagi kesehatan. Kenyataan yang harus dihadapi saat ini adalah remaja di Indonesia sudah tereksploitasi oleh industri rokok. Namun tidak ada kata terlambat, tidak ada kata lelah, tidak ada kata jemu bagi kita untuk bersama-sama menyelamatkan generasi penerus bangsa dari bahaya rokok (Kemenkes RI, 2007).
Memanfaatkan karakteristik remaja, ketidaktahuan konsumen akan bahaya rokok dan ketidakberdayaan remaja yang sudah kecanduan rokok dengan berbagai promosi produk rokok dengan memunculkan jargon-jargon promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang. Jargon - jargon populer yang ditujukan pada remaja dirancang sesuai karakteristik remaja yang menginginkan kebebasan, independensi dan pemberontakan pada norma-norma. Seperti belum merasa puas lewat iklan di media massa dan media luar ruang,  industri rokok juga sudah masuk pada tahap pemberi sponsor kegiatan-kegiatan anak muda, seperti konser musik, pemutaran film, seni, budaya, keagamaan dan olahraga. Saat ini dapat kita lihat kenyataannya bahwa hampir setiap konser musik dan kompetisi olahraga di Indonesia disponsori oleh industri rokok. Dalam kegiatan tersebut mereka membagikan rokok gratis atau dengan menukarkan potongan tiket masuk acara tersebut mereka memperoleh rokok secara gratis (Kemenkes RI, 2007).
Banyak faktor yang mendorong dan mempengaruhi remaja untuk merokok, salah satunya adalah iklan. Iklan merupakan suatu media untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat terhadap suatu produk dan iklan memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi, membujuk, atau untuk mengingatkan masyarakat terhadap produk rokok. Dengan melihat iklan yang ada di televisi dan media massa, remaja mulai mengenal dan mencoba untuk merokok karena gencarnya iklan rokok yang beredar di masyarakat.

2.2.6   Hubungan Peran Guru dengan Perilaku Merokok
Keberadaan guru bimbingan dan konseling (BK) di sekolah dipandang strategis dalam mengemban peran penyuluhan bahaya merokok dan narkoba bagi siswa. Peran guru di sekolah sangat penting, mengingat dari 24 jam aktivitas siswa sehari-hari, 7 jam diantaranya berada di sekolah. Dalam kurun waktu itu, bila peran guru dalam mengontrol aktifitas siswa tidak cermat, memungkinkan peserta didik melakukan aktivitas yang menyimpang seperti merokok bersama-sama (Kemenkes RI, 2004).
Guru pembimbing memiliki tugas khusus untuk memberikan pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada semua siswa, terutama dalam membantu siswa mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dan upaya memandirikan serta mengembangkan segenap potensinya. Dalam kaitannya menangani masalah perilaku merokok pada siswa, guru  pembimbing dapat menggunakan beberapa jenis layanan dan kegiatan  pendukung untuk merancang program pencegahan dan penanganan perilaku merokok pada siswa (Kemenkes RI, 2004).
Penanganan perilaku merokok di sekolah melalui program  pendidikan hanya akan efektif apabila diintegrasikan ke dalam kampanye  yang menyeluruh Program pendidikan tentang perilaku merokok di sekolah menurut Kemenkes (2004) antara lain adalah:
1.      Meningkatkan pengetahuan siswa tentang bahaya merokok
2.      Meningkatkan pengetahuan siswa  tentang bagaimana mengatasi pengaruh teman sebaya
3.      Membantu siswa untuk mengetahui praktek-praktek pemasaran industri tembakau
4.      Mempromosikan berhenti merokok di kalangan guru sebagai tokoh panutan.
5.      Memberikan keterampilan yang penting dalam kehidupan secara umum yaitu: keterampilan untuk membuat keputusan dan bersikap  tegas dalam menolak pengaruh teman sebaya, pengaruh iklan dan tokoh panutan yang buruk.
Untuk menurunkan prevalensi perokok pada pelajar, guru diharapkan memiliki peran strategis, seperti menyampaikan bahaya merokok ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung. Ada aksi nyata dalam mencegah pelajar dari ketergantungan rokok, Karena selaku pendidik , guru bisa memberikan langsung informasi tentang bahaya merokok melalui pelajaran yang mereka ajarkan kepada siswa siswinya (Nasution, 2007.
Kebiasaan merokok siswa sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika di lingkungan keluarganya baik orang tua maupun saudaranya banyak yang merokok maka besar kemungkinan siswa tersebut juga akan jadi perokok. Selain itu lingkungan pergaulan sangat mempengaruhi kebiasaan merokok siswa. Jika banyak teman-temannya di sekolah menjadi perokok, maka hal itu juga akan bisa menjadikannya sebagai perokok. Untuk bisa mencegah kebiasaan merokok siswa, hal yang bisa dilakukan diantaranya adalah memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok. Selain itu pihak sekolah juga bisa memberikan sanksi tegas kepada siswa yang kedapatan merokok dilingkungan sekolah. Sanksi tersebut bisa secara lisan, tertulis, maupun memberikan sanksi mendidik lainnya. Hal itu dilakukan agar mereka sadar bahwa merokok adalah perbuatan yang tidak baik (Prasetya, 2010).
Keteladanan sangat dibutuhkan siswa untuk menghindari budaya merokok. Salah satunya adalah keteladanan dari orang tua, terutama dari gurunya. Selama ini guru hanya bisa melarang siswa untuk tidak merokok, namun dibalik itu para guru justru sering merokok. Hal tersebut tentu kurang mendidik, karena tidak memberikan contoh yang baik bagi peserta didik. Oleh sebab itulah peran guru dalam mencegah budaya merokok peserta didik lewat keteladanan sangat diperlukan demi menciptakan sekolah bebas rokok (Prasetya, 2010).
Guru merupakan salah satu orang yang berperan dalam pembentukan perilaku siswa, semakin baik peran guru dalam penyampaian informasi tentang rokok di sekolah maka perilaku merokok pada remaja akan semakin berkurang.

1 komentar:

  1. Best Las Vegas Hotels - Mapyro
    Best Hotels near Las Vegas Hotels by State: Best Las 서울특별 출장마사지 Vegas 포천 출장샵 Hotels Casinos · 전주 출장안마 Harrah's Las Vegas · LINQ Hotel & Casino · LINQ Hotel & Casino · 김제 출장샵 LINQ Hotel & 경상북도 출장샵 Casino

    BalasHapus