BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan mulai menghadapi pola penyakit baru,
yaitu meningkatnya kasus penyakit tidak menular yang dipicu berubahnya gaya
hidup masyarakat seperti pola makan rendah serat dan tinggi lemak serta
konsumsi garam dan gula berlebih, kurang aktifitas fisik (olah raga) dan
konsumsi rokok yang prevalensinya terus meningkat. Kecenderungan peningkatan
jumlah perokok tersebut membawa konsekuensi jangka panjang, karena rokok
berdampak terhadap kesehatan. Dampak kesehatan dari konsumsi rokok telah
diketahui sejak dahulu (Kemenkes RI, 2012).
Sikap sebagian remaja Indonesia telah menganggap bahwa
merokok adalah sebuah kebutuhan yang tidak bisa dielakkan, kebutuhan untuk
“gaul”, kebutuhan untuk santai dan berbagai alasan lain yang membuat rokok
adalah hal biasa. Dampak rokok itu sendiri meningkat justru pada perokok pasif
yaitu orang yang tidak merokok tapi menghirup atau terkena paparan rokok orang
lain. Remaja juga merupakan kelompok tertinggi yang rentang terhadap pengaruh
iklan, baik media massa (cetak dan elektronik) maupun papan iklan dipinggir
jalan (Biilboard). Sekitar 86% remaja
di dunia menghisap satu jenis merk rokok yang paling sering diiklankan,
terutama televisi sedangkan orang dewasa hanya 30% yang memilih jenis rokok
yang sama meskipun kemungkinannya mereka lebih sering menyaksikan iklannya
dibandingkan remaja (Kurniawan, 2012).
Adanya selang waktu 20-25 tahun antara
mulai merokok dan timbulnya penyakit yang ditimbulkannya menyebabkan dampak
tersebut tidak disadari. Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70%
sehingga memiliki risiko kesehatan yang sama dengan produk tembakau lainnya.
Mitos yang berkembang di masyarakat adalah larangan merokok melanggar hak asasi
seseorang. Merokok di tempat umum melanggar hak orang lain untuk menikmati
udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 juga menunjukkan adanya
peningkatan jumlah konsumsi rokok. Menurut hasil riset tersebut, penduduk
Indonesia rata-rata menghisap 12 batang per hari meningkat dari rata-rata
konsumsi rokok pada tahun sebelumnya yang hanya antara 10-11 batang per hari (Kemenkes
RI, 2008).
Penggunaan tembakau terus berlanjut sebagai bahan yang
menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia. Menurut data WHO (World Health Organization) saat ini
terdapat 1,3 miliar perokok di dunia dan 84 % di antaranya berasal dari dunia
ketiga (negara berkembang). Tembakau
dapat menyebabkan sekitar 8,8% kematian (4,9 juta) dan sekitar 4,1% menyebabkan
penyakit (59,1 juta) dari seluruh dunia. Jika kecenderungan ini tidak berbalik, maka angka-angka tersebut akan
meningkat hingga 10 juta kematian per tahun mulai tahun 2020, atau pada awal
2030, dengan 70% kematian terjadi di negara-negara berkembang (WHO, 2010).
WHO memperkirakan bahwa 59% pria
berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian, dan
konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau
urutan ke-4 pada tahun 2008 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar),
Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar).
Menurut perkiraan WHO, kenaikan jumlah perokok Indonesia, khususnya anak usia muda, karena gencarnya iklan rokok melalui berbagai media, sponsorship pada kegiatan olahraga, dan hiburan. Sebagian besar perokok di Indonesia menyatakan sulit menghentikan merokok dengan alasan untuk kenikmatan, terkesan “keren” dan gengsi yang tinggi serta alasan menghilangkan stres/ depresi (Kompas, 2010).
Menurut perkiraan WHO, kenaikan jumlah perokok Indonesia, khususnya anak usia muda, karena gencarnya iklan rokok melalui berbagai media, sponsorship pada kegiatan olahraga, dan hiburan. Sebagian besar perokok di Indonesia menyatakan sulit menghentikan merokok dengan alasan untuk kenikmatan, terkesan “keren” dan gengsi yang tinggi serta alasan menghilangkan stres/ depresi (Kompas, 2010).
Prevalensi perokok dunia pada tahun
2008 adalah 1,3 milyar orang, bila jumlah penduduk dunia pada tahun yang sama
mencapai 6,7 milyar jiwa, maka prevalensi perokok dunia pada tahun 2008 adalah
19,4%. Prevalensi merokok di indonesia juga mengalami peningkatan, berdasarkan
riskesdas tahun 2007 penduduk Indonesia berusia > 15 tahun yang merokok
setiap hari sebanyak 27,2%, yang kadang- kadang (tidak setiap hari) merokok
sebanyak 6,1%, mantan perokok sebesar 3,7% dan yang tidak merokok sebesar 63%
sedangkan menurut Riskesdas tahun 2010 penduduk indonesia bersusia > 15
tahun yang merokok setiap hari sebanyak 28,2%, yang kadang-kadang merokok
(tidak setiap hari) merokok sebanyak 8,5%, mantan perokok 5,4% dan yang tidak
merokok sebesar 59,9%. Dibandingkan tahun 2007 pada tahun 2010
terlihat adanya peningkatan prevalensi merokok pada usia > 15 tahun (Wijaya,
2012).
Menurut data pada tahun 2008 yang
dikeluarkan oleh Global Youth Tobaco
Survey (GYTS) dari 2074 responden pelajar Indonesia usia 15-20 tahun, 43,9%
(63% pria) mengaku pernah merokok. Para perokok pada umumnya adalah laki-laki
dan lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, dimana jika diuraikan menurut
umur, prevalensi perokok laki-laki paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja
laki-laki pada umumnya mengkonsumsi 11-12 batang perhari (49,8%) dan yang
mengkonsumsi lebih dari 20 batang perhari atau sebesar 5,6% (GYTS, 2008).
Sementara Yayasan Kanker Indonesia
(YKI) pada tahun 2008 menemukan 27,1% dari 1961 responden pelajar pria SMA/SMK,
sudah mulai merokok bahkan sudah terbiasa dengan yang namanya merokok. Umumnya
siswa kelas satu sudah menghisap satu sampai empat batang perhari, sementara
siswa kelas tiga mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang perhari (Sirait, 2009).
Menurut data Kementrian Kesehatan
jumlah perokok di Indonesia mencapai 34,7%. Perokok yang paling banyak terdapat
di Kalimantan Tengah, sementara konsumsi rokok perhari paling banyak di Bangka
Belitung. Menurut Riskesdas tahun 2010 mengungkapkan populasi perokok di
Kalimantan Tengah mencapai 43,2%, tertinggi dibanding provinsi lain di
Indonesia sementara yang paling rendah di Sulawesi Tengah 28,4%, sekitar 52,3
persen perokok di Indonesia menghisap 1-10 batang/hari, 41% menghisap 11-20
batang/hari, 4,7% menghisap 21-30 batang/hari. 2,1% yang sanggup menghabiskan
31 batang/hari. Berdasarkan katagori jumlah perokok berat yang menghabiskan
lebih dari 31 batang/hari, Bangka Belitung tertinggi yaitu 16,2%. Provinsi ini
juga menempati urutan kedua untuk jumlah perokok yang mengonsumsi 21-30
batang/hari dengan 8,5%, di bawah Aceh dengan 9,9 % (Kemenkes RI, 2010).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan meskipun jumlah penduduk Aceh lebih sedikit
dibanding penduduk daerah lain di Indonesia, terutama dari Pulau Jawa. Namun,
masyarakat Aceh ternyata tergolong sebagai perokok berat. Hal ini dibuktikan
dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) provinsi Aceh berada di urutan
teratas jumlah perokok terbanyak. Bahkan anak Aceh yang berusia 10 tahun ke
atas, sebanyak 29,7 % tercatat sebagai perokok aktif.
Dari hasil riset tersebut diketahui
para perokok di Aceh rata-rata menghisap 19 batang rokok per hari. Bahkan,
karena kurangnya kesadaran mereka merokok di rumah, 82,7 % anggota keluarga
terkena imbas perokok pasif, termasuk balita. Angka tersebut lebih banyak
dibanding rata-rata perokok aktif secara nasional di Indonesia yakni, 29,2
%dari jumlah penduduk. Dikabupaten Aceh Selatan persentase perokok yang merokok
setiap hari adalah 30,4%, merokok kadang- kadang 3,8% dan 82,8% kegiatan merokok di lakukan di
dalam rumah sedangkan usia pertama kali merokok adalah usia 5-9 tahun (1,2%)
usia 10 – 14 tahun (9,5%), usia 15 – 19 tahun (25,7%), usia 20-24 tahun (13,7%), usia 25-29 (4,2%) dan
usia >= 30 tahun (5,7%) (Dinkes Aceh,
2008).
Lebih dari sepertiga pelajar di Indonesia dilaporkan biasa
merokok, dan ada 3 diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada
umur dibawah 10 tahun. Trend perokok remaja di Indonesia juga mengalami
peningkatan, berdasarkan Riskesdas tahun 2007 usia mulai merokok pada umur
remaja yaitu 15-19 tahun adalah 33,1% kemudian berdasarkan Riskesdas tahun 2010
terjadi peningkatan menjadi 43,3% yang juga merupakan tertinggi dari seluruh
kelompok umur. Hal ini menunjukkan bahwa anak- anak dan remaja merupakan merupakan
kelompok paling rentan untuk terpapar rokok pertama kali. Usia mulai merokok
pertama kali pada usia 5-9 tahun juga menunjukkan kecenderungan semakin meningkat
yaitu 1,2% pada tahun 2007 menjadi 1,7% pada tahun 2010 (Aditama, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Heru (2005) menunjukkan bahwa
adanya hubungan antara pengetahuan tentang merokok (p-value= 0,013) , sikap tentang merokok (p-value = 0,006), kepercayaan (p-value=
0,032), persetujuan orang tua tentang praktik merokok responden (p-value 0,003), praktik merokok orang
tua responden (p-value 0,005), jumlah
uang saku (p-value 0,003), tradisi
merokok dalam keluarga (p-value =
0,002) dengan praktik merokok pada siswa
SLTA di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.
Hasil pengamatan awal yang dilakukan
secara observasi oleh penulis diketahui masih terdapatnya siswa yang merokok
meskipun merokok dilarang oleh pihak sekolah namun masih tetap ada siswa yang merokok di luar pekarangan sekolah,
bahkan ada yang merokok pada sudut sekolah, hal ini menunjukkan masih lemahnya
kontrol pihak sekolah. Data sekolah SMKN 1 Tapak Tuan diketahui selama tahun
2012 sudah terdapat 38 siswa yang telah diberikan hukuman karena merokok,
hukuman yang diberikan membersihkan pekarangan sekolah, membersihkan kamar
mandi dan membuat sapu lidi.
Sedangkan hasil pengamatan awal yang
dilakukan dengan wawancara dengan siswa diketahui pada umumnya siswa menyatakan
orang tua mereka adalah bahkan merokok dilakukan di dalam rumah, ada juga orang
tua yang menyuruh anaknya untuk membeli rokok yang menunjukkan kurangnya peran
orang tua dalam mencegah anak untuk tidak merokok, siswa mengetahui tentang
bahaya dari rokok namun mereka masih bersikap negatif terhadap rokok artinya
tidak peduli dengan bahaya yang akan ditimbulkan pada kemudian hari dan adanya
pengaruh dari lingkungan pergaulan yang menyebabkan keinginan untuk merokok.
Selain faktor yang telah disebutkan di atas terdapat faktor lain yang
menyebabkan remaja di SMKN 1 Tapaktuan merokok karena ikut-ikutan teman yang
merokok.
1.2
Perumusan Masalah
Jumlah perokok dikalangan remaja dari tahun ke tahun terus
meningkat yaitu dari 33,1% pada
tahun 2007 menjadi 43,3% pada tahun 2010.
Untuk mengurangi jumlah perokok pada remaja maka perlu dilakukan analisa
mengenai perilaku perokok pada remaja. Untuk itu penulis ingin ingin melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
merokok pada siswa sekolah SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten
Aceh Selatan.
1.3
Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat keterbatasan tenaga dan dana
maka penelitian ini dibatasi pada faktor peran orang tua, lingkungan pergaulan,
pengetahuan, sikap, iklan rokok dan peran guru.
1.4
Tujuan
Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui determinan
perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui hubungan
peran orang tua dengan perilaku merokok pada
siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.
2.
Untuk mengetahui
hubungan lingkungan pergaulan dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.
3.
Untuk mengetahui
hubungan iklan rokok dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten
Aceh Selatan tahun 2013
4.
Untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan tahun 2013.
5.
Untuk mengetahui hubungan
sikap dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan tahun 2013.
6.
Untuk mengetahui
hubungan peran guru dengan perilaku merokok pada siswa SMKN 1 Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013
1.5
Manfaat Penelitian
1.
Sebagai masukan
bagi SMKN 1 Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan untuk mencegah perilaku merokok
pada siswa.
2.
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penyuluhan mengenai rokok
pada masyarakat secara umum dan pada siswa khususnya.
3.
Dapat menjadi
bahan referensi bagi peneliti lainnya yang meneliti tentang perilaku merokok.
BAB II
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
2.1
Perilaku Merokok
2.1.1 Pengertian
Perilaku Merokok
Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus
dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Maulana,
2007). Menurut L. Green dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku
manusia berangkat dari tingkat kesehatan bahwa seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yakni faktor perilaku dan faktor diluar
perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3
(tiga) faktor , yaitu:
1.
Faktor-faktor
predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai- nilai dan sebagainya dari seseorang.
2.
Faktor- faktor
pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana- sarana kesehatan.
3.
Faktor- faktor
pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dan
perilaku masyarakat, orang tua, guru, panutan dan ulama.
Perilaku merokok adalah aktivitas
seseorang yang merupakan respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati
secara langsung. merokok adalah membakar tembakau kemudian dihisap, baik
menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temparatur sebatang rokok yang
tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk ujung rokok yang dibakar, dan 30
derajat Celcius untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok (Hanafiah,
2007).
Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul
karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis, seperti
perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor
lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya). Sari dkk (2003)
menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup
asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.
Menurut Ogawa dalam Triyanti (2006)
dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi
dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco dependency atau
ketergantungan tembakau. Tobacco dependency sendiri
dapat didefinisikan sebagai perlaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya
lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan adanya tambahan distres yang
disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Perilaku merokok
dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan
perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan
fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Hidayati, 2006).
Merokok adalah menghisap asap tembakau
yang dibakar kedalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar, asap rokok
selain merugikan diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain yang
berada disekitarnya. Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah
segala sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta
dapat menimbulkan asap yang dihisap oleh orang-orang disekitarnya (Widiyarso,
2008).
Intensitas merokok sebagai wujud dari
perilaku merokok. rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan
perokok atu asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari
pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif (active smoker)
adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa
mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar
(Hanafiah, 2007).
Menurut Hanafiah (2007) perokok dapat
digolongkan kedalam beberapa jenis yaitu perokok sangat berat adalah bila
mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima
menit setelah bangun tidur. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari
dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok
sedang menghabiskan rokok sekitar 11-20 batang dengan selang waktu 31-60 menit
setelah bangun pagi. Perokok ringan
menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun
pagi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktifitas
membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya ke luar dan dapat
menimbulakan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
1.
Tipe Perilaku Merokok
Menurut Hidayati (2006), terdapat 4
tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu:
- Tahap prefatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
- Tahap initiation, yaitu tahap perintisan merokok, tahap ini seseorang akan meneruskan atau tidak meneruskan terhadap perilaku merokok.
- Tahap becoming a smoker, yaitu tahap yang apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang perhari, maka mempunyai kecendrungan untuk menjadi perokok.
- Tahap maintenance of smoking, tahap ini perokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Menurut
Hidayati (2005) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect
theory, keempat tipe tersebut adalah :
1.
Tipe perokok yang dipengaruhi oleh
perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang
positif. Dalam hal ini dibagi dalam 3 sub tipe yaitu a) Pleasure relaxation,
perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah
didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan b) Stimulation to
pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk
menyenangkan perasaan dan c) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan
yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa.
Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau
sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja atau
perokok lebih senang berlama-lama memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama
sebelum dia menyalakan dengan api.
2.
Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh
perasaan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan
negatif, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah, rokok dianggap sebagai
penyelamat. Perilaku merokok yang
adiktif (psychological addiction). Bagi yang sudah adiksi, akan menambah
dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka
umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun.
3.
Perilaku merokok yang
sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena
untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah kebiasaan
rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan suatu perilaku yang
bersifat otomatis.
2.1.2 Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara
70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm
yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah (Hanafiah, 2007). Sedangkan menurut Burhan (2007) rokok merupakan benda
kecil yang bahan utamanya adalah tembakau, ini menyenangkan bagi sebagian
orang, tetapi menyebalkan bagi sebagian lainnya. Benda yang disebut rokok itu
bias membuat orang yang mengisap merasa tenang dan percaya diri.
Rokok adalah suatu produk yang dihasilkan dengan memotong
daun –daun tembakau secara sempurna yang digulung atau diisi ke dalam suatu
silinder yang disebut paper wrapped (secara umum kurang dari 120 mm
panjangnya dan 10 mm garis tengah). Rokok dinyalakan dari awal hingga akhir dan
dibiarkan membara lalu dihisap hingga keluar asapnya. Pada umumnya rokok
memakai penyaring atau filter. Rokok dihisap langsung melalui mulut, tetapi ada
juga yang dinyalakan dengan suatu pipa rokok (Prasetya, 2010).
Godaan merokok sudah hadir sejak
seseorang masih muda. Tekanan dari teman-teman adalah salah satu penyebab
utama. Di Kanada, 70 persen anak-anak yang merokok mengaku terpengaruh oleh
teman-teman mereka yang sudah merokok lebih dulu karena merasa mendapat "penghargaan
sosial" ketika mereka merokok. Orangtua juga memiliki pengaruh pada
anak-anak dalam hal merokok, khususnya orangtua perokok. Beberapa penelitian
meskipun mungkin sebetulnya sudah jelas membuktikan bahwa anak-anak dari
orangtua perokok lebih besar kemungkinannya untuk mengisap "batang
tembakau" ketimbang anak-anak dari orangtua non-perokok (Pangestu, 2011).
Orangtua non-perokok juga bisa dianggap
bersalah ketika membiarkan anak-anak mereka menonton film atau video yang
menampilkan orang merokok. Media massa bisa mengaburkan pesan bahaya merokok
dengan menampilkan iklan, film, atau media lain yang menunjukkan kalau merokok
itu keren, bagian dari gaya, bahkan menyiratkan pesan bahwa merokok itu baik
bagi kesehatan. Alasan lain bagi orang untuk merokok adalah alasan medis.
Memang tidak ada dokter yang menyarankan orang untuk merokok, tetapi bagi
beberapa penderita depresi, merokok adalah obat bagi mereka untuk mengurangi
ketegangan. Nikotin melepaskan senyawa tertentu ke dalam sistem saraf dan menciptakan
efek tenang (Pangestu, 2011).
2.1.3 Zat-Zat yang
Terkandung dalam Rokok
Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen
dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun
utama pada rokok (Kemenkes RI, 2007) menyatakan sebagai berikut:
1.
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan
menempel pada paru-paru. Tar mengandung sekurang-kurangnya 43 bahan
kimia yang diketahui menjadi penyebab kanker (karsinogen). Bahan seperti benzopyrene
yaitu sejenis polycyclic hydrocarbon (PAH) yang telah lama disahkan
sebagai agen yang menyebabkan kanker.
2.
Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran
darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru
yang mematikan. Nikotin turut
menjadi penyebab utama risiko serangan penyakit jantung dan stroke.
3.
Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat
darah tidak mampu mengikat oksigen. Karbon monoksida pula adalah gas
beracun yang biasanya dikeluarkan oleh asap kenderaan.
Menurut Nugraha
(2011) selain Tar, Nikotin dan Karbon Monoksida rokok juga
mengandungan bahan kimian lain yang berbaya bagi kesehatan antara lain:
1.
Kadmium. Kadmium adalah zat yang dapat meracuni
jaringan tubuh terutama ginjal.
2.
Akrolein. Akrolein merupakan zat cair yang tidak
berwarna seperti aldehid. Zat ini
sedikit banyak mengandung kadar alkohol. Artinya, akrolein ini adalah alkohol yang cairannya telah diambil. Cairan
ini sangat mengganggu kesehatan.
3.
Amoniak. Amoniak merupakan gas
yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hydrogen. Zat ini tajam
baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia
sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan
seseorang pingsan atau koma.
4.
Asam Format. Asam format merupakan
sejenis cairan tidak berwarna yang bergerak bebas dan dapat membuat lepuh.
Cairan ini sangat tajam dan menusuk baunya. Zat ini dapat menyebabkan seseorang
seperti merasa digigit semut.
5.
Hidrogen
Sianida/HCN. Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah
terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran
pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya.
Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan
kematian.
6.
Nitrous
Oxid. Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak
berwarna, dan bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan
menyebabkan rasa sakit. Nitrous oxide
ini adalah sejenis zat yang pada mulanya dapat digunakan sebagai pembius waktu
melakukan operasi oleh dokter.
7.
Formaldehid. Formaldehid
adalah sejenis gas tidak berwarna dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai
pengawet dan pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun keras terhadap semua
organisme hidup.
8.
Fenol. Fenol adalah campuran dari
kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organic seperti kayu dan
arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena
fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim.
9.
Asetol. Asetol
adalah hasil pemanasan aldehid (sejenis zat yang tidak berwarna yang bebas
bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol.
10. Hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang
beracun yang gampang terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi
oksidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen).
11. Piridin. Piridin
adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan
mengubah sifat alcohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.
12. Metil Klorida. Metil klorida
adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu antara hydrogen dan karbon
merupakan unsurnya yang utama. Zat ini adalah senyawa organic yang beracun.
13. Metanol. Metanol
adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Meminum
atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan dan bahkan kematian.
2.1.4 Jenis Perokok
Jenis perokok bisa dikategorikan
menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif yaitu orang yang menghisap rokok walaupun
tidak rutin sekalipun, perokok pemula yang cuma sekedar coba-coba bisa
dikategorikan perokok aktif, atau orang yang menghisap rokok sekedar
menghembuskan asap rokok, walaupun tidak dihisap (inhale) masuk ke dalam paru-paru sekalipun. Sedangkan perokok
pasif adalah orang bukan perokok tetapi menghisap asap rokok orang lain atau
orang yang berada dalam suatu ruangan tertutup dengan orang yang sedang merokok
(Kemenkes RI, 2007).
2.1.5 Dampak Rokok
Terhadap Kesehatan
Zat aditif yang terdapat dalam tembakau
adalah nikotin yang menyebabkan metabolisme meningkat, detak jantung, serta
menurunkan nafsu makan. Karbon monoksida yang memiliki daya tarik yang lebih
besar pada darah yang bisa mengurangi tingkat sirkulasi oksigen secara
keseluruhan. Tar yang terdiri dari 4000 zat kimia yang beracun menyebabkan mata
pedih serta menyebabkan kanker, polusi udara mengakibatkan gangguan kesehatan (Kemenkes
RI, 2007).
Merokok mempunyai efek langsung
terhadap tekanan darah dan tingkatannya bisa naik sampai 25 denyutan dalam
beberapa detik. Isapan pertama
nikotin menaikkan tekanan adrenalin dan ini dapat menyempitkan pembuluh darah.
Pada perokok berat akan merasakan tangan dan kaki akan terus menerus terasa
dingin. Lebih parah lagi, merokok secara berulang-ulang akhirnya dapat
meningkatkan kadar adrenalin dalam tubuh, padahal kadar ini tidak akan turun
lagi walaupun satu batang rokok tadi sudah habis dihisap (Christianto, 2005).
Rokok memiliki 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan,
diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat
karsinogenik. Rokok memang hanya memiliki 8-20 mg nikotin, yang setelah dibakar
25 persennya akan masuk kedalam darah. Namun, jumlah kecil ini hanya
membutuhkan waktu 15 detik untuk sampai ke otak. Dengan merokok mengurangi jumlah
sel-sel berfilia (rambut getar), menambah sel lendir sehingga menghambat
oksigen ke paru-paru sampai resiko delapan kali lebih besar terkena kanker
dibandingkan mereka yang hidup sehat tanpa rokok (Pangestu, 2011).
Menurut Hidayati (2005) beberapa penyakit yang ditimbulkan
oleh kebiasaan menghisap rokok yang mungkin saja tidak terjadi dalam waktu
singkat namun memberikan perokok potensi yang lebih besar. Beberapa diantaranya
antara lain: a) Impotensi, merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena
aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi. b) Osteoporosis,
karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah
perokok sebesar 15 persen, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah
patah dan membutuhkan waktu 80 persen lebih lama untuk penyembuhan dan c) Pada
Kehamilan, merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat dan
dapat meningkatkan resiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Resiko keguguran
pada wanita perokok 2-3 kali lebih sering karena karbon monoksida dalam asap
rokok dapat menurunkan kadar oksigen. d) Jantung koroner, penyakit jantung
adalah salah satu penyebab kematian utama di indonesia. Sekitar 40 persen
kematian akibat serangan jantung yang terjadi sebelum umur 65 tahun buasanya
berhubungan dengan kebiasaan merokok dan e) Sistem Pernapasan, kerugian jangka
pendek sistem pernapasan akibat rokok adalah kemampuan rokok untuk membunuh sel
rambut getar (silia) di saluran pernapasan. Ini adalah awal dari bronkitis,
iritasi, batuk. Sedangkan untuk jangka panjang berupa kanker paru, emphycema
atau hilangnya elasitas paru-paru, dan bronkitis kronis.
Asap tembakau dapat membunuh banyak
manusia lebih banyak dari penyakit AIDS, kecelakaan lalu lintas, bunuh diri,
pembunuhan, kebakaran dan keracunan lainnya. Bagi laki- laki dapat menyebabkan
impotensi sedangkan bagi perempuan dapat mempercepat proses penuaan, disamping
itu juga menimbulkan perasaan takut, gemetar, risau, bimbang, resah, mengurangi
nafsu makan, menyebabkan kulit wajah dan gigi menjadi kuning, menyempitkan
pernafasan, menjadikan manusia malas dan lemah (Christianto, 2005).
2.1.6 Keuntungan Tidak
Merokok
Berbagai keuntungan yang diperoleh apabila
seseorang tidak merokok diantaranya badan sehat dan segar, nafas lega, kulit
tidak keriput, dan tidak bau bau rokok, terhindar dari berbagai penyakit akibat
rokok seperti penyakit kardio vaskuler, penyakit kanker, penyakit paru-paru,
penyakit pencernaan, stimulasi penyakit gondok, adanya abliopia serta
pengeluaran lebih hemat (Kemenkes RI, 2007)
Merokok
diketahui memiliki efek yang buruk untuk kesehatan tubuh. Meskipun begitu, para
perokok tetap mengalami kesulitan atau bahkan enggan untuk berhenti
melakukannya.Berikut 18 manfaat yang akan didapatkan tubuh jika berhenti atau
tidak merokok (Kinanti, 2013):
14. Tubuh akan terasa lebih sehat.
Tidak secara klise, tetapi jika memang tadinya merokok dan segera menghentikan
kebiasaan ini, dalam hitungan menit tubuh akan kembali ke respons normalnya.
Mulai dari tekanan darah, nadi, hingga suhu tubuh secara keseluruhan. Semua
aktivitas di dalam tubuh ini akan menjadi normal.
15. Menghentikan batuk yang parau.
Segera setelah berhenti merokok, kecenderungan untuk batuk dengan tingkat yang
parah akan berkurang. Dalam waktu yang sama, pernapasan berat yang kerap kali
terjadi juga akan berkurang karena paru-paru mulai kembali ke fungsi normalnya
tanpa gangguan asap rokok. Karena fungsi paru mulai kembali normal, kemampuan
paru-paru untuk mengendalikan lendir, membersihkan paru-paru, dan mengurangi
risiko infeksi akan meningkat.
16. Meningkatkan kemampuan seksual. Bagi
yang sudah menikah dan memiliki pasangan perokok, segera ingatkan untuk
berhenti sebab berhenti merokok akan meningkatkan kemampuan seksual seseorang.
Bagi pria, dengan menghentikan kebiasaan merokok akan memudahkan proses ereksi,
sedangkan bagi wanita akan menjadi mudah terangsang.
17. Aroma
rokok dalam tubuh menghilang. Jika
berhenti merokok, dalam beberapa menit aroma rokok dari tubuh akan hilang.
Selain itu, tempat di mana Anda tinggal akan segar dan bersih.
18. Mengurangi
risiko berbagai masalah kesehatan.
Merokok hanya membuat hidup menjadi rentan. Berhenti merokok jika Anda ingin
hidup sehat tanpa berbagai penyakit seperti impotensi, masalah kesuburan,
katarak, penyakit gusi, kehilangan gigi, dan osteoporosis.
19. Memperpanjang
usia. Merokok meningkatkan sepuluh kali
risiko mengidap penyakit hingga meninggal akibat berbagai masalah kesehatan
yang mengancam kehidupan.
20. Terlihat
awet muda. Merokok menyebabkan penuaan dini.
Dengan berhenti merokok, tidak hanya akan menguntungkan kesehatan secara
keseluruhan, tetapi juga penampilan. Merokok menyebabkan kulit menjadi keriput
dan kusam.
21. Tidak ada lagi sesak napas. Apakah
Anda sering merasa gelisah dan sesak napas setelah berjalan selama 2 menit? Ini
akibat nikotin. Setelah Anda berhenti merokok, dalam satu hari tingkat karbon
monoksida akan menurun dan sistem pernapasan menjadi lebih baik.
22. Meningkatkan
harga diri dan kepercayaan diri. Berhenti
merokok jika ingin mendapatkan kembali harga diri dan kepercayaan diri. Dengan
berhenti, Anda akan berhenti bersembunyi di belakang batang rokok setiap kali
Anda berinteraksi dengan seseorang atau berurusan dengan sesuatu.
23. Masalah
jantung berkurang. Seperti disebutkan sebelumnya,
merokok membuat lebih dekat dengan kematian dan memperpendek usia. Jika
berhenti merokok, kemungkinan meninggal dengan penyakit jantung koroner,
serangan jantung dan stroke akan turun hampir 50 persen.
24. Organ
sensorik kembali normal. Setelah
berhenti merokok, Anda akan mendapatkan kembali kemampuan mengenali sentuhan
dan rasa. Saraf yang rusak akan mulai tumbuh kembali dan akhirnya rasa
sentuhan, rasa, dan bau akan kembali normal.
25. Mengurangi
biaya untuk cek ke dokter. Merokok
menyebabkan beberapa penyakit yang muncul, baik saat ini maupun nanti. Penyakit
seperti batuk, bronkitis, luka pada mulut, semua akan mulai menghilang. Jika
berhenti merokok, Anda akan merasa lebih sehat.
26. Menangani
stres dengan cara yang lebih sehat.
Umumnya kita berpikir bahwa rokok membantu untuk meringankan stres. Tapi itu
tidak benar, ketika merokok tubuh Anda mengalami reaksi stres karena tingkat
oksigen dalam otak berkurang, hal justru meningkatkan stres. Oleh karena itu,
berhenti merokok jika Anda ingin menangani stres dengan cara yang lebih sehat.
27. Transportasi
oksigen dalam tubuh menjadi baik.
Setelah berhenti merokok, tingkat karbon monoksida akan berkurang. Hal ini akan
meningkatkan tingkat hemoglobin, sehingga transportasi oksigen akan dilakukan
secara efisien di seluruh tubuh.
28. Mengurangi risiko kanker. Karena
adanya unsur karsinogenik dalam rokok, maka semakin sering merokok semakin
besar kemungkinan untuk memicu berbagai jenis kanker, seperti tenggorokan,
mulut dan kerongkongan.
29. Kesehatan
mulut lebih baik. Kesehatan mulut diperlukan untuk
keseluruhan yang lebih baik. Dengan merokok, akan mengurangi kemampuan untuk
mengecap, muncul noda pada gigi dan meningkatkan masalah gusi. Nantinya bisa
menyebabkan hilangnya gigi dan merusak penampilan secara keseluruhan.
30. Sistem
kekebalan tubuh akan lebih kuat.
Dalam beberapa hari berhenti merokok, sistem kekebalan tubuh akan tumbuh lebih
kuat. Ini akan mengurangi kemungkinan jatuh sakit karena berbagai masalah
kesehatan seperti pilek dan flu.
31. Anda
akan merasa lebih berenergi. Setelah berhenti
merokok, sirkulasi dalam tubuh akan membaik. Sirkulasi oksigen yang baik
berarti akan membuat tubuh menjadi lebih berenergi dan sehat.
2.2
Determinan Perilaku Merokok
2.2.1 Hubungan Peran Orang
Tua dengan Perilaku Merokok
Anak-anak dengan
orangtua perokok cenderung akan merokok dikemudian hari, hal ini terjadi paling
sedikit disebabkan oleh karena dua hal: Pertama, karena anak tersebut ingin
seperti bapaknya yang kelihatan gagah dan dewasa saat merokok. Kedua, karena
anak sudah terbiasa dengan asap rokok dirumah, dengan kata lain disaat kecil
mereka telah menjadi perokok pasif dan sesudah remaja anak gampang saja beralih
menjadi perokok aktif (Prasetya, 2010).
Anak yang mulai
merokok dapat menjadi kecanduan, sehingga mungkin akan terus merokok ketika
telah dewasa dan nantinya berisiko menderita penyakit jantung, kanker paru-paru
dan penyakit berbahaya lain. Semua orang tidak mau anak-anak
merokok. Pertanyaannya adalah bagaimana menghentikan mereka dari merokok dan
siapa yang dapat melakukannya. Orang tua memainkan peranan penting dalam
mendidik anak mereka mengenai gaya hidup sehat dan mengajarkan pentingnya untuk
tidak merokok. Perokok dewasa perlu menyingkirkan rokok dari jangkauan anak dan
jangan merokok di dekat anak-anak (Sirait, 2009).
Anak kecil yang cenderung suka meniru
tingkah laku atau dapat disebut imitasi yaitu proses sosial atau tindakan
seseorang untuk meniru orang lain melalui sikap, penampilan, gaya hidupnya,
bahkan apa saja yang dimiliki orang lain. Proses imitasi ini pertama kali akan
terjadi dalam lingkungan kluarga. Seperti seorangn anak melihat ayahnya merokok
ia pasti dengan sendirinya akan mengikuti, mungkin dari awal hanya meniru
gerakan hingga merambah dengan menggunakan kertas yang di gulung lalu di bakar
layaknya perokok, lalu setelah itu mencuri-curi kesempatan dengan mencoba
merokok, rokok ayahnya sehingga lama kelamaan menjadikan ia seorang perokok
karena proses imitasi tersebut. Dan dari lingkungan bergaul juga sama, karena
melihat temannya atau di ajak oleh temannya, itu semua menjadi awal mereka
menkonsomsi rokok. Padahal rokok juga bisa menyebabkan kecanduan (Kurniawan,
2012).
Orangtua juga memiliki pengaruh pada anak-anak dalam hal
merokok, khususnya orangtua perokok. Beberapa penelitian, meskipun mungkin
sebetulnya sudah jelas membuktikan bahwa anak-anak dari orangtua perokok lebih
besar kemungkinannya untuk mengisap "batang tembakau" ketimbang
anak-anak dari orangtua non-perokok. Orangtua non-perokok juga bisa dianggap
bersalah ketika membiarkan anak-anak mereka menonton film atau video yang
menampilkan orang merokok (Kemenkes RI, 2007).
Tidak hanya lingkungan sosial dan pergaulan yang
menyebabkan perilaku merokok pada remaja, akan tetapi orangtua juga merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan remaja berperilaku merokok. Mirnet dalam
Hasanah (2011) menyatakan bahwa saudara dan orang tua sangat
berpengaruh pada perilaku merokok remaja dan menyebabkan faktor keterlanjutan
pada perilaku merokok. Remaja ingin mencoba apa yang dilakukan oleh orang
dewasa dan orangtua termasuk perilaku merokok (modelling), sehingga remaja cenderung merokok karena mempunyai
keluarga dan saudara yang merokok.
Orangtua yang merokok merupakan agen yang baik bagi anak untuk melakukan
imitasi perilaku merokok. Orangtua yang merokok akan memberi pengaruh terhadap
anak remaja untuk merokok lebih besar daripada orangtua yang tidak
merokok. Suatu riset nasional dari amerika, diketahui bahwa 14% anak-anak yang orangtuanya merokok
akan menjadi perokok, sedangkan
anak-anak perokok dari orangtua tidak merokok hanya sebesar 6% (Kurniawan,
2012).
Menurut Fachruddin (2011) kebiasaan orang tua merokok di lingkungan
rumah sangat mempengaruhi keinginan anak untuk turut mencoba melakukan hal yang
sama seperti orangtuanya. Remaja yang memiliki orangtua merokok mempunyai
kemungkinan sangat tinggi untuk berperilaku merokok, karena remaja mentoleransi
resiko dari merokok dan didukung oleh keadaan lingkungan yang memperlihatkan
bahwa perilaku merokok adalah hal yang wajar dan sering dilihat di lingkungan
keluarga maupun teman sebaya yang berperilaku merokok.
Salah satu temuan remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda
yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak
begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih
mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari
lingkungan rumah tangga yang bahagia (Juliansyah, 2010).
Perilaku orangtua (ortu) merokok memberikan pengaruh
signifikan pada anak untuk juga menjadi perokok. Berdasarkan survei yang
dilakukan Modernisator dan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti tahun 2012
ditemukan 75,5 % anak merokok karena mencontoh sang ayah. Dalam survei tersebut juga ditemukan 10,4 % siswa
mengaku ibunya seorang perokok, dan 35,8 % siswa menyatakan anggota keluarganya
yang lain juga perokok. Bahkan dari survei tersebut ditemukan 13,3 persen siswa
mengaku pernah ditawari untuk merokok oleh orang tua sendiri. Padahal sebagian
besar orangtua mengetahui bahaya rokok bagi kesehatan. Termasuk bagi prestasi
anak-anaknya. Tetapi melarang merokok juga tidak mungkin dilakukan sepanjang
dirinya sendiri masih menjadi perokok. Karena itu diharapkan agar kesadaran
untuk berhenti merokok tidak hanya ditanamkan kepada anak (siswa) justeru orang
tua memiliki peranan penting dan strategis untuk menghentikan kebiasaan merokok
pada anak-anak (Noerman, 2013).
Perilaku remaja
memang sangat menarik dan gaya mereka pun bermacam-macam. Ada yang atraktif,
lincah, modis, agresif dan kreatif dalam hal-hal yang berguna, namun ada juga
remaja yang suka hura-hura bahkan mengacau. Pada masa remaja ini, remaja
memulai berjuang melepas ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai
kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Pada masa
ini hubungan keluarga yang dulu sangat erat sekarang tampak terpecah. Orang tua
sangat berperan pada masa ini, pola asuh keluarga akan sangat berpengaruh pada
perilaku remaja, pola asuh keluarga yang kurang baik akan menimbulkan perilaku
yang menyimpang seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat
terlarang dan lain-lain (Kemenkes RI, 2005).
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwasanya orang tua
memiliki peranan penting dalam mencegah perilaku merokok pada siswa, dengan
demikian dapat disimpulkan semakin baik peran orang tua maka perilaku merokok
pada siswa akan berkurang.
2.2.2 Hubungan Lingkungan
Pergaulan dengan Perilaku Merokok
Lingkungan merupakan bagian
terpenting dan mendasar dari kehidupan manusia. Sejak dilahirkan manusia sudah
berada dalam lingkungan baru dan asing baginya. Dari lingkungan baru inilah
sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya. Lingkungan yang baik
akan membentuk pribadi yang baik, sementara lingkungan yang buruk akan
membentuk sifat dan perilaku yang buruk pula. Anak-anak berkembang dari suatu
hubungan interaksi antara gerakan-gerakan dalam dan kondisi lingkungan luar
(Notoadmodjo, 2007).
Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap individu, dan
kebanyakan seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan
lingkungannya yang menyebabkan seseorang tersebut ingin mencoba. Di balik
kegunaan rokok yang memberi efek santai terkandung bahaya besar bagi orang yang
merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok (Aula, 2010).
Terdapat berbagai macam alasan yang melatarbelakangi
perilaku merokok pada remaja. Secara umum, perilaku merokok disebabkan faktor
dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Faktor dari lingkungan adalah
pihak-pihak yang berpengaruh besar dalam proses sosial. Proses ini meliputi
transmisi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku yang diturunkan. Walaupun
orangtua memiliki peranan dalam proses sosial, namun ada kelompok yang memiliki
memiliki transmisi sosial secara horisontal yaitu teman sebaya (Kurniawan,
2012).
Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan
tembakau antara lain orang tua, saudara kandung maupun teman sebaya yang
merokok, terpapar reklame tembakau, artis pada reklame tembakau di media.
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan seseorang merokok adalah pengaruh
iklan. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran
bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat seseorang sering
kali terpicu untuk meniru perilaku dalam iklan tersebut (Hanafiah, 2007).
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja
merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan
demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dia kemungkinan yang terjadi, Pertama,
remaja terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut
dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok.
Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau
lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Juliansyah,
2010)
Remaja pada umumnya bergaul dengan sesama mereka,
karakteristik persahabatan remaja dipengaruhi oleh kesamaan: usia, jenis
kelamin dan ras. Kesamaan dalam menggunakan obat-obatan, merokok sangat
berpengaruh kuat dalam pemilihan teman. (Yusuf, 2006) Dalam pedoman kesehatan
jiwa remaja (2008) dijelaskan bahwa remaja lebih banyak berada diluar rumah
dengan dengan teman sebayanya. Jika dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan,
minat, penampilan dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada
keluarga misalnya, jika remaja mengenakan model pakaian yang sama dengan
pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk dapat
diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok
mencoba minum alkohol, rokok, obat-obat terlarang, maka remaja cenderung
mengikuti tanpa memperdulikan akibatnya. Didalam kelompok sebaya, remaja akan
berusaha menemukan jati dirinya.
Faktor sosial atau lingkungan salah satu faktor terbesar
dari kebiasaan merokok,karena lingkungan sangat memberi pengaruh pada anak-anak
dan para remaja.dengan melihat apa yang dilakukan orang lain si anak ingin
mencoba untuk meniru apa yang dilakukan orang lain tersebut. Dalam proses
mencari jati diri dan belajar hidup bersosial dengan orang lain si anak
cenderung melihat kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang sekitarnya,
baik dari keluarga,kerabat,bahkan tetangganya sekalipun.namun sangat
disayangkan apabila si anak meniru kebiasaan-kebiasaan buruk yang dapat berefek
negatif (Nasution, 2007).
Kedekatan remaja dengan rokok adalah
masalah serius yang harus disikapi. Sudah jadi rahasia umum jika para perokok
pemula adalah remaja yang masih duduk di bangku sekolah. Mereka memang tidak
belajar merokok di lingkungan sekolah, tapi di luar. Pengaruh teman dalam
komunitas di luar sekolah paling besar sehingga remaja memutuskan mencoba-coba
mengisap rokok. Ada anggapan yang benar-benar keliru yang dipahami para remaja,
yakni dengan merokok, mereka merasa gaul, macho, hingga timbul percaya diri
(Mayrin, 2007)
Anak atau remaja yang bergaul dengan
teman-teman sebayanya dan merokok biasanya ingin membuktikan eksistensinya.
”Pengaruh seperti itu harus dipahami para remaja sehingga bisa dijadikan
sebagai acuan bagaimana memilih teman yang tepat,” ujarnya. Eksistensi
sebenarnya bisa didapatkan dengan cara-cara positif dengan meraih prestasi,
seperti bergabung dengan organisasi di sekolah, kesenian, olahraga, atau
prestasi lainnya. ”Tapi, bagi anak atau remaja yang kurang pede (percaya diri),
mereka akan mencari kelompok yang bisa menerima kehadirannya.Kalau tidak bisa
menunjukkan eksistensi lewat prestasi, mereka bakal memiliki kelompok yang
pokoknya bisa menerima , ” ucapnya. Biasanya, mereka minder ketika bergaul
dengan kelompok anak-anak berprestasi (Mayrin, 2007).
Memiliki teman-teman yang merokok
memprediksi kebiasaan merokok pada seorang individu. Sikap teman sebaya
terhadap penggunaan berbagai zat termasuk nikotin dapat mempengaruhi individu
untuk menggunakan zat tersebut. Dalam sebuah penelitian longitudinal ditemukan
bahwa para pemuda New York yang pernah berhubungan dengan teman sebaya yang
merokok atau memakai mariyuana lebih mungkin untuk memakai mariyuana dalam
rentang kehidupan mereka (Kemenkes RI, 2007).
Meskipun pengaruh teman-teman sebaya adalah
penting dalam pengambilan keputusan yang dilakukan para remaja untuk
menggunakan suatu zat, namun mereka yang memiliki rasa efektivitas diri yang
tinggi menjadi kurang terpengaruh oleh teman-teman sebaya mereka. Para remaja
yang memiliki kualitas tersebut setuju dengan pernyataan seperti “Saya dapat
membayangkan diri saya menolak memakai tembakau bersama pelajar seusia saya dan
mereka tetap menyukai saya (Davison, 2006).
Lingkungan teman sebaya
memberikan sumbangan efektif sebesar 93,8% terhadap munculnya perilaku merokok
pada remaja. semakin banyak dukungan teman untuk merokok dapat mendorong
seseorang untuk semakin menjadi perokok. Pada masa remaja, ada sesuatu yang
lain yang sama pentingnya dengan kedewasaan, yakni solidaritas kelompok, dan
melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok. Apabila dalam suatu kelompok remaja
telah melakukan kegiatan merokok maka individu remaja merasa harus melakukannya
juga. Individu remaja tersebut mulai merokok karena individu dalam kelompok
remaja tersebut tidak ingin dianggap sebagai orang asing, bukan karena
(Prasetya, 2010).
Dari penjelasan di atas menunjukkan faktor lingkungan pergaulan merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi siswa untuk merokok, apabila seorang siswa berteman dengan
perokok baik di rumah, sekolah dan luar rumah adalah perokok maka kecenderungan siswa untuk merokok akan semakin
besar.
2.2.3 Hubungan Pengetahuan
dengan Perilaku Merokok
Pengetahuan merupakan hasil dari
“tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Merokok berbahaya bagi kesehatan. Semua
orang pasti setuju dengan pernyataan ini, termasuk para pecandu rokok
sekalipun. Pengetahuan yang memadai tentang bahaya rokok bagi kesehatan
diharapkan membuat orang yang belum merokok tetap tidak merokok dan para
perokok yang sudah ‘terlanjur’ bisa menghentikan kebiasaan yang sangat
berbahaya ini (Anonymous, 2009).
Bila anak-anak jalanan merokok, karena
mungkin mereka belum mengetahui akibat buruk rokok bagi kesehatan, namun banyak
sekali orang yang lebih pintar dan melek informasi tetap memilih merokok. Jadi,
hal ini bukan saja hanya soal kurang pengetahuan. Marilah kita cermati
kehidupan orang-orang yang memiliki “level” lebih tinggi dari pada anak-anak
jalanan tadi. Sebut saja para karyawan, pegawai, swasta, PNS, mahasiswa, dosen,
dan lainnya. Jika dilihat dari tingkat pendidikan mereka, bias dikatakan bahwa
ilmu pengetahuan yang diperoleh sudah lebih dari cukup, kalau hanya sekedar
untuk mengetahui tentang bahaya merokok. Namun nyatanya, setiap hari mereka
merokok. Kebiasaan ini merupakan hal “sakral" karena sangat berhubungan
dengan beberapa hal, seperti pergaulan,
menghilangkan kejenuhan dan stress karena pekerjaan. Bagi mereka, tujuan
merokok sudah bukan lagi untuk gagah-gagahan (Kemenkes RI, 2007).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitan atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut
di atas (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku merokok pada anak-
anak dan remaja dapat disebabkan karena mencontoh perilaku pada keluarga yang
merokok. Selain itu pada beberapa daerah terdapat budaya bahwa anak lelaki yang
telah dikhitan harus merokok. Hal ini terjadi di salah satu desa di Kecamatan
Limbangan, dimana banyak masyarakat yang merokok. Dan yang menjadi penyebabnya
adalah pengetahuan yang rendah, pergaulan, kemudahan mendapatkan rokok, dan
adanya pengaruh budaya (Prasetya, 2010).
Pengetahuan merupakan salah satu
faktor yang mencetus lahirnya perilaku, semakin baik pengetahuan siswa tentang
rokok dan bahaya yang ditimbulkan dari rokok maka maka kecenderungan siswa untuk merokok akan semakin
berkurang.
2.2.4 Hubungan Sikap
dengan Perilaku Merokok
Sikap merupakan kecenderungan
berespon yang dapat berubah dengan bertambahnya informasi mengenai objek yang
bersangkutan. Sikap dimulai dari penerimaan, merespon, menghargai, dan
bertanggung jawab (Notoatmodjo, 2007). Sikap merupakan reaksi atau
respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb dalam
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan atau perilaku.
Sikap negatif terhadap perilaku merokok didasarkan pada
keyakinan-keyakinan bahwa merokok akan
memberikan konsekuensi negatif bagi dirinya. Di antaranya merokok dapat
menyebabkan berbagai gangguan kesehatan bagi si perokok maupun orang-orang di
sekitarnya. Keyakinan yang demikian dapat
memprediksi intensi berhenti merokok. Sikap terhadap perilaku berisikokesehatan
berhubungan dengan rendahnya perilaku berisiko kesehatan termasuk di antaranya
adalah merokok (Astuti, 2007).
Sikap terhadap perilaku merokok dan kontrol diri secara
bersama-sama dapat memprediksi intensi berhenti merokok. Individu yang memiliki
penilaian bahwa merokok membahayakan
bagi kesehatannya dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan keinginannya untuk merokok akan
memiliki intensi berhenti merokok tinggi.
Sebaliknya sikap positif terhadap perilaku merokok dan kontrol diri yang rendah
akan menghambat timbulnya intensi berhenti merokok, karena perokok menganggap
merokok merupakan hal yang menyenangkan dan tidak perduli terhadap akibat
negatif yang akan diterima jika terus merokok (Astuti, 2007)
Merokok dapat bermakna untuk
meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehinga
timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa,
sehinga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok
sulit untuk dihindari. Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif,
misalnya rasa senang, relaksi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga menunjukkan
kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan (FK. UI, 2009).
Merokok ditujukan untuk mengikuti
kebiasaan merokok (umumnya pada remaja dan anak-anak), indentifikasi dengan
perokok lain, dan untuk menentukan image dari seseorang. Merokok pada anak-anak
juga dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-teman (FK.UI 2009).
Selain motif-motif di atas, individu
juga dapat merokok dengan alasan sebagai alat dalam mengatasi stress (coping) .
Sebuah studi menemukan bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka
konsumsi berkaitan dengan stress yang mereka alami, semakin besar stress yang
dialami, maka semakin banyak rokok yang mereka konsumsi (Hidayati, 2005).
melepaskan diri dari rasa sakit
fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian
yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah
konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes
konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang
memiliki skor yang rendah (Prasetya, 2010)
Perokok mungkin beranggapan bahwa
mereka sendirilah yang menanggung semua bahaya dan risiko akibat kebiasaannya,
tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka juga memberikan beban fisik dan ekonomi
pada orang lain di sekitarnya sebagai perokok pasif (Kemenkes RI, 2007).
Dari penjelasan di atas menunjukkan
dapat disimpulkan semakin positif sikap terhadap rokok maka kecenderungan siswa
untuk merokok akan semakin kurang sebaliknya semakin negatif sikap maka
kecenderungan siswa untuk merokok akan semakin besar.
2.2.5 Hubungan Iklan
Rokok dengan Perilaku Merokok
Makin meningkatnya kecenderungan
masyarakat untuk merokok tidak terlepas dari persepsi tentang merokok oleh
iklan yang sebenarnya menjerumuskan. Disadari atau engga iklan rokok ternyata
memberikan dampak negatif kepada masyarakat. Apalagi yang menjadi efek negatif
dari keberadaan iklan rokok adalah anak, remaja dan kaum muda sebaya. Iklan
rokok secara langsung kian menjerumuskan anak dan remaja untuk merokok.
Slogan-slogan yang digunakan dalam iklan yang ditampilkan juga seolah ditujukan
untuk anak dan remaja serta kaum muda sebaya (Widiyarso, 2008).
Di samping karena pengaruh teman sebaya
dan lingkungan keluarga, perilaku merokok juga dapat muncul sebagai akibat dari
iklan di media massa. Iklan rokok di berbagai tempat dan media massa yang saat
ini makin merajalela sangat menarik bagi para remaja (Widiyarso, 2008). Menurut
López dkk (2004), beberapa penelitian telah menghasilkan temuan adanya hubungan
yang cukup signifikan antara keterpaparan terhadap iklan rokok dengan perilaku
merokok pada remaja. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour,
membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada
dalam iklan tersebut (Mu’tadin, 2002). Iklan rokok Joe Camel telah dituduh
bertanggung jawab menyebabkan 3,5 juta anak-anak di Amerika untuk merokok
antara tahun 1988-1998 (Pierce dkk dalam López dkk, 2004). Iklan rokok terbukti
dapat menghambat usaha orangtua melarang anak-anak mereka untuk tidak merokok
dan mempengaruhi perilaku anak-anak muda untuk tetap merokok meski orang tua
mereka melarangnya (Mu’tadin, 2002).
Remaja perokok melalui iklan rokok
patut diwaspadai dan dicegah, minimal dengan mengimbangi gencarnya iklan rokok,
salah satunya melalui kampanye kesehatan di berbagai media dengan menempatkan
media-media anti rokok yang kreatif, menarik dan bernuansa jiwa remaja di
lingkungan sekolah, kampus dan lembaga pendidikan lainnya. Upaya lain dapat
dikembangkan untuk mengatasi masalah ini. Melalui pendekatan keluarga dimana
setiap orangtua memberikan bimbingan dan perhatian untuk meluruskan persepsi
anak-akan remaja mereka tentang iklan rokok dan bahaya rokok bagi
kesehatan. Kenyataan yang harus dihadapi saat ini adalah remaja di Indonesia
sudah tereksploitasi oleh industri rokok. Namun tidak ada kata terlambat, tidak
ada kata lelah, tidak ada kata jemu bagi kita untuk bersama-sama menyelamatkan
generasi penerus bangsa dari bahaya rokok (Kemenkes RI, 2007).
Memanfaatkan karakteristik remaja,
ketidaktahuan konsumen akan bahaya rokok dan ketidakberdayaan remaja yang sudah
kecanduan rokok dengan berbagai promosi produk rokok dengan memunculkan
jargon-jargon promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang.
Jargon - jargon populer yang ditujukan pada remaja dirancang sesuai
karakteristik remaja yang menginginkan kebebasan, independensi dan
pemberontakan pada norma-norma. Seperti belum merasa puas lewat iklan di media
massa dan media luar ruang, industri rokok juga sudah masuk pada tahap
pemberi sponsor kegiatan-kegiatan anak muda, seperti konser musik, pemutaran
film, seni, budaya, keagamaan dan olahraga. Saat ini dapat kita lihat
kenyataannya bahwa hampir setiap konser musik dan kompetisi olahraga di
Indonesia disponsori oleh industri rokok. Dalam kegiatan tersebut mereka
membagikan rokok gratis atau dengan menukarkan potongan tiket masuk acara
tersebut mereka memperoleh rokok secara gratis (Kemenkes RI, 2007).
Banyak faktor yang mendorong dan mempengaruhi remaja untuk
merokok, salah satunya adalah iklan. Iklan merupakan suatu media untuk
menyampaikan informasi kepada masyarakat terhadap suatu produk dan iklan
memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi, membujuk, atau untuk mengingatkan
masyarakat terhadap produk rokok. Dengan melihat iklan yang ada di televisi dan
media massa, remaja mulai mengenal dan mencoba untuk merokok karena gencarnya
iklan rokok yang beredar di masyarakat.
2.2.6 Hubungan Peran
Guru dengan Perilaku Merokok
Keberadaan guru
bimbingan dan konseling (BK) di sekolah dipandang strategis dalam mengemban
peran penyuluhan bahaya merokok dan narkoba bagi siswa. Peran guru di sekolah
sangat penting, mengingat dari 24 jam aktivitas siswa sehari-hari, 7 jam
diantaranya berada di sekolah. Dalam kurun waktu itu, bila peran guru dalam
mengontrol aktifitas siswa tidak cermat, memungkinkan peserta didik melakukan
aktivitas yang menyimpang seperti merokok bersama-sama (Kemenkes RI, 2004).
Guru pembimbing memiliki tugas khusus untuk memberikan
pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada semua siswa, terutama dalam membantu
siswa mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dan upaya
memandirikan serta mengembangkan segenap potensinya. Dalam kaitannya menangani
masalah perilaku merokok pada siswa, guru
pembimbing dapat menggunakan beberapa jenis layanan dan kegiatan pendukung untuk merancang program pencegahan
dan penanganan perilaku merokok pada siswa (Kemenkes RI, 2004).
Penanganan perilaku merokok di sekolah melalui program pendidikan hanya akan efektif apabila
diintegrasikan ke dalam kampanye yang
menyeluruh Program pendidikan tentang perilaku merokok di sekolah menurut Kemenkes
(2004) antara lain adalah:
2.
Meningkatkan pengetahuan siswa tentang bagaimana mengatasi pengaruh teman
sebaya
3.
Membantu siswa untuk mengetahui
praktek-praktek pemasaran industri tembakau
4.
Mempromosikan berhenti merokok di
kalangan guru sebagai tokoh panutan.
5.
Memberikan keterampilan yang penting
dalam kehidupan secara umum yaitu: keterampilan untuk membuat keputusan dan
bersikap tegas dalam menolak pengaruh
teman sebaya, pengaruh iklan dan tokoh panutan yang buruk.
Untuk menurunkan prevalensi perokok pada pelajar, guru
diharapkan memiliki peran strategis, seperti menyampaikan bahaya merokok ketika
proses belajar mengajar sedang berlangsung. Ada aksi nyata dalam mencegah
pelajar dari ketergantungan rokok, Karena selaku pendidik , guru bisa
memberikan langsung informasi tentang bahaya merokok melalui pelajaran yang
mereka ajarkan kepada siswa siswinya (Nasution, 2007.
Kebiasaan merokok siswa sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya. Jika di lingkungan keluarganya baik orang tua maupun saudaranya
banyak yang merokok maka besar kemungkinan siswa tersebut juga akan jadi
perokok. Selain itu lingkungan pergaulan sangat mempengaruhi kebiasaan merokok
siswa. Jika banyak teman-temannya di sekolah menjadi perokok, maka hal itu juga
akan bisa menjadikannya sebagai perokok. Untuk bisa mencegah kebiasaan merokok
siswa, hal yang bisa dilakukan diantaranya adalah memberikan penyuluhan tentang
bahaya merokok. Selain itu pihak sekolah juga bisa memberikan sanksi tegas
kepada siswa yang kedapatan merokok dilingkungan sekolah. Sanksi tersebut bisa
secara lisan, tertulis, maupun memberikan sanksi mendidik lainnya. Hal itu
dilakukan agar mereka sadar bahwa merokok adalah perbuatan yang tidak baik
(Prasetya, 2010).
Keteladanan sangat dibutuhkan siswa untuk menghindari budaya
merokok. Salah satunya adalah keteladanan dari orang tua, terutama dari
gurunya. Selama ini guru hanya bisa melarang siswa untuk tidak merokok, namun
dibalik itu para guru justru sering merokok. Hal tersebut tentu kurang
mendidik, karena tidak memberikan contoh yang baik bagi peserta didik. Oleh
sebab itulah peran guru dalam mencegah budaya merokok peserta didik lewat
keteladanan sangat diperlukan demi menciptakan
sekolah bebas rokok (Prasetya, 2010).
Guru merupakan salah satu orang yang berperan dalam pembentukan
perilaku siswa, semakin baik peran guru dalam penyampaian informasi tentang
rokok di sekolah maka perilaku merokok pada remaja akan semakin berkurang.
Best Las Vegas Hotels - Mapyro
BalasHapusBest Hotels near Las Vegas Hotels by State: Best Las 서울특별 출장마사지 Vegas 포천 출장샵 Hotels Casinos · 전주 출장안마 Harrah's Las Vegas · LINQ Hotel & Casino · LINQ Hotel & Casino · 김제 출장샵 LINQ Hotel & 경상북도 출장샵 Casino